KONTRIBUSI SYALTUT DALAM REFORMASI
HUKUM ISLAM
Ahmad Badwi
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
DPK. STAI Al-Furgan Makassar
Abstract: Thoughts Syaltut a role model for most of the Egyptian Muslims
and even other Muslims in Islamic countries through their readings of the books
he wrote. Syaltut considered a mujtahid are popular, because of his ideas and
his thoughts can be accepted by the majority of Muslims, especially once the
scientists of the Islamic countries. His books are reviewed and scrutinized by
people outside of Egypt. Syaltut their thoughts and discuss their learning and
many of them are making figure Syaltut and pernikiran - thinking as a
comparative study and a lot of students who earn a master's degree , even a
doctorate to discuss and examine the books and thoughts . Not only the
Egyptians who provide feedback and appreciation for their thoughts and ideas ,
and even the international community recognizes its scientific capabilities ,
such as when he describes the legal position at the Congress of International
Law in The Hague (the Netherlands), his views accepted and welcomed the experts
and academics .
Kata Kunci: Syaltut, Reformasi, Hukum Islam
I. PENDAHULUAN
Mahmud Syaltut merupakan salah seorang
cendekiawan Muslim yang memiliki keteguhan batin yang mendalam dalam memberikan
kontribusi bagi per-kembangan hukum Islam, sekaligus mem-punyai keberanian
dalam menghadapi tantangan dan resiko yang menghadangnya. Ia dibesarkan dalam
tradisi keilmuan yang relatif mapan di pusat studi Islam di Timur Tengah
(Mesir). Pemahaman keagamaan-nya yang mendalam dan komprehensif menjadikan
dirinya dapat dengan mudah menjelaskan ajaran Islam sebagai sesuatu yang aktual
dan relevan dengan perkembangan ilmpu pengetahuan dan zaman.
Selama ini, kaum muslimin di Mesir dan di
dunia Islam pada umumnya, telah menaruh suatu keyakinan, bahwa Ijtihad1
dalam hukum Islam sudah berakhir (pintu Ijtihad sudah ditutup)
dengan keberadaan mazhab-mazhab hukum yang menjadi panutan umat Islam dalam kehidupan
masyarakat mereka. Mereka haruss tunduk dan mengikuti salah satu mazhab yang
telah ada.2
Kondisi yang demikian dipandang oleh
Syaltut sebagai suatu yang berbahaya dan riskan bagi umat Islam se-dunia.
Kebekuan berpikir yang demikian hams diperbaiki, karena cara berpikir seperti
itu adalah cara berpikir yang jumud (beku) dan kaku serta dapat mematikan
kreativitas dan dinamika pemikiran hukum Islam. Dengan demikian berarti, hukum
Islam sudah berhenti perkembangannya dan tidak boleti lagi berkembang dan
dikembangkan, padahal hukum Islam itu luas dan luwes -memin. jam istilah Yusuf
al-Qardhawi-untuk diaktualisasikan dalam berbagai spektrum kehidupan manusia. Hal
ini menurut Syaltut merupakan suatu keke-liruan besar yang hams diperbaiki
dengan segera, untuk mengembalikan pemahaman Islam yang keliru kepada yang
lurus, dan menghidupkan kembali elan vital pemi-kiran hukum Islam yang
luas dan luwes itu.
Dalam konteks itu, Syaltut berpen-dirian
bahwa Islam merupakan agama rasional yang senantiasa memberikan kemerdekaan
berijtihad, menggali hukum-hukum dan pengetahuan Islam dan sumbernya yang ash,
yaim al-Qur'an dan al-Hadits, dengan melepaskan din dari kekakuan dan kebekuan,
dari pendapat-pendapat lama yang telah usang dan memerlukan tinjauan baru,
sesuai dengan tuntutan zaman, kondisi, situasi serta tempat yang mengitarinya.
Perintah membaca (QS. al-'Alaq: 1-2), dan perintah berpikir dalam banyak ayat
al-Qur'an, seperti (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20; Alu 'Imran:190-191), dan
penegasan Nabi Saw. bahwa agama itu akal, merupakan basis keagamaan (Islam)
yang memberikan ruang-gerak pemikiran Islam secara luas dan penuh kemerdekaan.
Dengan pendirian seperti itu, Syaltut
berusaha menyikapi dan meresponi ber-bagai tantangan zaman, sebagai jawaban
atas reformasi dan pembaharuan pemikiran hukum Islam yang dicanangkannya.
Hal itu akan tampak jelas nanti dalam
gerakan beliau dalam memberikan jawaban-jawaban terhadap hukum yang berkembang
di masanya di Mesir, sebagai yang dibukukannya dalam al-Fatawa (Kumpulan
Fatwa-fatwa) dan percepatan pembangunan di bidang pendidikan dan pengajaran
yang dilancarkannya pada Universitas al-Azhar yang dipimpinnya dalam merubah
tata cara dan penyelenggaraan pendidikan yang berlaku di dalamnya, serta
berbagai aturan yang menghambat kemajuan al-Azhar itu sendiri.
Beliau bahkan pernah dikeluarkan dari
al-Azhar, karena alasan politis. Dalam arti, pemikiran dan aksi reformasinya
dipandang dapat membahayakan stabilitas negara, mengingkar al-Azhar pada masa
itu mempunyai posisi tawar yang tinggi terhadap kebijakan-kebijakan strategis
yang diambil oleh pemerintah. Akan tetapi, dengan alasan lain yang lebih
bersifat akademis, ia kemudian diteima dan diangkat kembali sebagai dosen
al-Azhar.
Perjuangannya cukup panjang dan berat dalam
menjawab tantangan reformasi, akan tetapi dengan ketabahan dan kekuatannya,
reformasi dalam bidang hukum dan pendidikan yang dilancar-kannya memberikan
hasil yang gemilang dan bahkan is diangkat sebagai orang pertama, sebagai
rektor al-Azhar. Jabatan itu dipangkunya sampai akhir hayatnya tahun 1969.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan
elaborasi mengenai kontribusi Syaltut dalam reformasi hukum Islam di masanya
sebagainya tercermin karya-karyanya seperti al-Islam Aqidah zva Syari ah dan
al-Fatawa.
II. PEMBAHASAN
A. Sketsa Biografi
Mahmad Syaltut, (selanjutnya disebut
Syaltut), dilahirkan pada tanggal 23 April 1893 di desa Maniyah Bani Mansur,
distrik Itay al-Bairud di karesidenan al-Buhairah (Majiz), dan meninggal dunia
pada tanggal 9 Nopember 1963 dalam usia lebih kurang 70 tahun.3
Syaltut sejak kecil mulai belajar di bawah
asuhan orang tuanya, dan sudah mampu membaca dan menghafal al-Qur'an dalam usia
13 tahun. Setelah mampu menghafal alquran, ia melanjutkan pen-didikan pada
lembaga pendidikan agama di Iskandariah (al-Ma'had al-Iskandariyah al Dim). Dalam
mengikuti pendidikannya is terkenal rajin dan cerdas. Syahadah al-‘Nizhamiyah
(ijazah atau gelar ahli hukum) dan al-Azhar diperolehnya pada tahun
1919 dengan rangking satu dari pelajaran-pelajaran yang dipelajarinya.4
Gelar doktor antara lain diperolehnya dari LAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Indonesia dalam bentuk Doktor Honoris Causa tahun 1961, di samping gelar
doktor yang diperoleh di negerinya sendiri (Mesir).5
Syaltut lahir sebagai seorang pendidik,
pakar studi Islam, da'i, jurnalis, pemikir, penulis, ahli hukum dan reformis.
Ia memulai karir akademiknya sebagai seorang guru pada Ma'had al-Iskandariah
al-Dini (Alexandria) dan perguruan-perguruan Islam lainnya di Mesir.
Di samping itu ia aktif dalam kegiatan
dakwah, pers, penerbitan dan dalam kegiatan ilmiah lainnya. Tulisan, pidato,
ceramah dan karangan-karangannya, terutama mengenai Bahasa Arab, Tafsir,
Hadits, Syari'at Islam dan ilmu keislaman lainnya yang sudah tersebar ke dunia
Islam.
Pada tahun 1927 Syaltut diangkat menjadi
guru pada perguruan alAzhar. Pada waktu Mushthafa al-Maraghi diangkat menjadi
rektor al-Azhar pada tahun 1928, Syaltut banyak menulis tentang ide-ide
pembaharuannya di surat kabar untuk mendukung pendapat dan pikiran al-Maraghy
mengenai perbaikan al-Azhar. Sesudah itu Syaltut berhasil diangkat menjadi
dosen pada tingkat takhashush (Magister) di Universitas al-Azhar. Dalam
memperjuangkan cita-citanya dalam pembaharuan al-Azhar, ia bertindak secara
revolusioner. Dalam tahun 1931, ia pernah bersama ulama yang sependapat
dengannya dibebaskan dan semua tugasnya karena terjadi perbedaan pendapat
dengan para ulama yang sedang memegang tampuk pirnpinan al-Azhar.
Walaupun demkian ia tidak tinggal diam, ia
malah semakin giat menulis dalam surat-surat kabar, harian-harian dan
majalah-majalah untuk mengemukakan kritiknya yang bersifat membangun. Akhirnya
ia diangkat lagi oleh al-Azhar menjadi wakil dekan Fakultas Syari'ah dan
menjadi pemeriksa atau pengawas sekolah-sekolah agama (al-M’a’hid
al-Diniyyah).6
Reputasi penting yang ditunjukkan Syaltut
adalah ketika pada tahun 1937 diutus sebagai wakil al-Azhar ke Kongres
Internasional tentang perbandingan per-undang-undangan (al-Qanun al-Muqaran)
yang diadakan di Den Haag, Belanda. Di sang ia mempresentasiikan syari'at
Islam dengan baik. Berkat uraiannya tersebut, kongres berkesimpulan bahwa
syari'at Islam merupakan norma hidup yang berdin sendiri dan relevan untuk
dijadikan sumber undang-undang bagi setiap waktu dan zaman.7
B. Karya-karyanya
Sebagai seorang ulama dan sarjana Muslim,
Syaltut tergolong produktif dalam menuangkan pikiran-pikirannya melalui
karya-karya ilmiahnya. Karya-karya yang sudah pernah dipublikasikan adalah
sebagai berikut:
1. "Fiqh al-Qur'an wa al-Sunnah". Dalam karya ini ia menjelaskan tentang
kandungan hukum-hukum Islam yang terdapat di dalam al-Qur'an atau hadits-hadits
Nabi.
2. "Muqaranah al-Madzahib". Di dalam-nya berisi perbandingan hukum di
antara pemuka-pemuka mazhab.
3. "al-Masuliyat al-Madaniyat wa al-Jinayat fi al-Syari’at
al-Islamiyah”. Karya ini berisikan pertanggungjawaban sipil dan pidana menurut syari'at
Islam.
4. "Al-Qur'an wa al-Qital. Karya ini men-jelaskan tentang hukum 1 yang
ber-hubungan dengan peperangan sebagai-mana yang telah diatur al-Qur'an.
5. "Tanzhim al-Nasl Buku ini merupakan pandangan Syaltut dalam mengatur
kelahiran atau keluarga berencana dalam perspektif syari'at Islam.
6. "Al-Qur'an wa al-Mar'ah". Buku ini menerangkan tentang kedudukan
wanita menurut alquran, baik wanita sebagai individu maupun sebagai seorang
isteri dan anggota masyarakat.
7. "Al-Qur'an wa al-Wujad al-Duwaly fi al-Islam". Buku ini membahas tentang al-Qur'an dan
dunia internasional dalam perspektif Islam. Dalam hal ini, Islam mengatur
pergaulan umat Islam dengan nonmuslim di dunia internasional.
8. "Tanzhim al-Alaqat al-Dawliyab fi al-Islam Buku ini membahas tentang hubungan
kenegaraan dalam Islam. Orang dan negara Islam perlu mengadakan komunikasi
dengan orang dan negara non Islam di dunia internasional, baik dalam kondisi
aman ataupun perang, berupa hubungan diplomatik, polink, ekonomi, kebudayaan
dan sebagainya.
9. "al-Islam Aqidah wa Syarfah". Buku ini menerangkan tentang landasan hidup
muslim dengan berfondasikan keper-cayaan (iman) secara sempurna dan sekaligus
melakukan berbagai amalan (syari'ah), baik itu dalam hubungan manusia dengan
Allah, maupun hubungan manusia sesamanya. Buku ini merupakan buku teks standar
yang pernah menjadi rujukan utama di berbagai perguruan tinggi Islam di luar
negen maupun di tanah air.
10. "al-Fatawa". Buku ini memuat fatwa-fatwa Syaltut sebagai jawaban
yang diberikan atas pertanyaan-pertanyaan yang dijawab melalui siaran radio.
Pertanyaan-pertanyaan itu umumnya menyangkut hal‑hal yang timbul di kalangan
masyarakat Mesir, baik dalam bidang `aqidah maupun hukum.
11. "Min Tawjihat al-Islam". Buku ini berisikan beberapa perbaikan dari
paham-paham keagamaan, menjelaskan Islam dalam sebagian kesukaran dan problema
yang besar, akhlak Islam dan hal-hal khusus mengenai masalah ibadah.
12. "Tafsir al-Qur'an al-Karim". Tafsir ini berisikan penafar. an
al-Qur'an menurut metode yang modern yang berbeda dari tafsir-tafsir yang
ditulis oleh ulama-ulama terdahulu.
13. "Muqâranah al-Madzahib fa al-Fiqh". Buku ini berisikan perbandingan pendapat
para mujtahid dalam masalah-masalah tertentu.
14. "Madza Bayanun li al-Nas". Karya ini berisikan pesan-pesan umum kepada umat
dalam memahami dan meng-amalkan ajaran Islam.
C. Pemikirannya
Syaltut adalah seorang ahli fiqh yang luas
pandangannya dan dalam ilmunya. Keluasan pandangan dan kedalaman ilmunya itu
menyebabkan ia dapat mengemukakan hukum-hukum Islam yang sesuai dengan
kebutuhan manusia dan kehendak zaman. Selain itu, ia juga seorang ahli tafsir
yang ulung, sekaligus seorang sosiolog yang mengenal penyakit-penyakit
masyarakat dan cara mengobatinya.
Sebagai buktinya, kita dapat melihat
ide-ide yang dituangkannya dalam tulisan-tulisan dan buku-buku yang ditulisnya,
demikian juga dalam karangan-karangan-nya, ia menjelaskan pokok-pokok pikiran
dan ide-ide pembaharuannya. Dalam bukunya "al-Fatawa", jelas
ia memberikan jawaban dalam berbagai masalah yang aktual, yang menggambarkan
keluasan ilmunya, baik sebagai penafsir. , sosiolog yang mengenal
kondisi masyarakat, dan di dalam bukunya "Al-Islam ‘Aqidah wa Syari'ah",
ia mempertegas tentang aqidah muslim yang benar dan muamalah yang
berlaku menurut Islam. Pikiran-pikiran lainnya tentang keluarga berencana,
status wanita, inseminasi buatan dan poligami membuktikan bahwa beliau sebagai
seorang pemikir, sekaligus sebagai seorang modernis atau reformis dalam
pemikiran hukum Islam.
Ia selalu berusaha memberantas kekakuan dan
kejumudan dalam berpikir dan kefanatikan mazhab yang membawa perpecahan di
kalangan umat Islam. Diberantasnya paham bahwa "pintu ijtihad telah
tertutup", karena dianggapnya itulah yang menjadi sebab sempitnya alam
berpikir. Lagi pula paham itu bertentangan dengan nash-nash yang mengarahkan
kita untuk membahas, berpikir dan menyelidiki. Manakala wawasan berpikir
sempit, maka akan terhentilah penalaran manusia, padahal kondisi, situasi dan
zaman membutuhkannya.
Contohnya kekakuan dan kejumudan yang
diberantasnya ialah melarang orang menziarahi kubur wali-wali dan meminta
sesuatu yang diinginkannya melalui arwah tersebut.
Ia membawa cahaya baru dalam penalaran dan
ilmu untuk memahami Islam yang dipancarkan dengan jalan memper-baiki sistem
pendidikan dan pengajaran pada Universitas al-Azhar. Ia melihat penyelewengan
dan kesalahpahaman yang perlu diperbaiki, maka oleh karenanya ia tetap memakai al-ra’yu
(pemikiran) dan penalaran (al-nazhar). Ia dengan tegas menolak sifat
jumud yang melanda umat Islam, karena jumud itu membuat agama menjadi sempit
dan tak dapat menjawab tantangan (challenge) zaman. Ijtihad menurutnya
tetap dibutuhkan, karena ke-majuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan sangat
banyak yang berhubungan dengan agama, yang memerlukan penetapan sesuai dengan
kondisi, situasi dan tempat serta dapat memberikan berbagai solusi dalam
kehidupan umat Islam.
Oleh karena itu ia menentang pendapat yang
menyatakan: "bahwa pintu ijtihad sudah tertutup". Apa yang telah
difatwakan atau ijma' ulama-ulama sebelumnya, belum berarti sudah baku dan
tidak berubah lagi, karena kalau ini diterima, menjadi matilah kreatifitas para
ulama dalam membangun umat dalam kondisi kini, jika dibandingkan dengan
kegiatan ijtihad pada zaman ulama-ulama besar dahulu. Sedangkan dasar berpijak
tetap sama dengan yang dipakai mereka.
Pemikiran Syaltut pada pokoknya berkisar
pada agama dan syari'atnya, karena bidang profesinya adalah ahli ilmu
ke-Islaman, khususnya di bidang hukum Islam. Menurutnya, tugas pokok ulama
sebagai pewaris Nabi Muhammad Saw. adalah memurnikan karya ilmiah tentang per-soalan-persoalan
Agama Islam dan se-lanjutnya menyampaikannya kepada seluruh umat manusia. Atas
dasar pemi-kiran tersebut, ia dalam kedudukannya sebagai rektor al-Azhar
bersedia menerima amanah untuk menjadikan Universitas al-Azhar berperan sebagai
pendorong kaum Muslimin untuk berhubungan langsung dengan al-Qur'an dan terjauh
dari sifat-sifat mengekor (taqlid) serta mengikuti aturan-aturan
taqlidnya. Ia juga setuju dengan pendapat, bahwa dengan berhubungan langsung
dengan al-Qur'an-lah, kebangunan Islam akan tetap berada dalam batas-batas
garis perjalanannya dan dapat menyam-paikan kaum muslimin pada kemerdekaan dan
persatuannya. Untuk maksud tersebut ia sebagai rektor al-Azhar tidak
segan-segan mengulurkan tangan kepada sesama kaum muslimin yang bersedia
berjanji melaksanakan tugas ulama tadi. Sebagai contoh uluran tangan tersebut
ialah perjanjian Universitas alAzhar dengan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
pada tahun 1961.
Pada prinsipnva Syaltut tidak terikat
dengan sesuatu mazhab. Akan tetapi pada saat tertentu, dalam berijtihad,
Syaltut secara implisit menyepakati pendapat mazhab atau pengikut mazhab
mu'tabar, di samping di banyak suasana dan tempat, Syaltut memiliki cara
berpikir sendiri dalam memecahkan berbagai problem hukum. Hal ini dapat
terlihat pada pendapatnya tentang kewajiban "'iddah"8, pendapatnya
mengenai makelar9 dan tentang "pemanfaatan barang
gadaian".10
Syaltut berprinsip bahwa penegakan hukum
Islam bersifat absolut. Syari'at yang datang dari Allah merupakan sumber dari
semua aturan hidup manusia dan akhirnya semua hukum yang benar adalah pancaran dari
syari'at Allah. Bukankah Sang Pencipta itu Maha Mengetahui tentang ciptaan-Nya,
dan Dia pulalah yang membuat semua ketentuan demi keselamatan dan pemeli-haraan,
dan Dia-lah yang merawat dan melindungi setiap apa yang diciptakan-Nya,
termasuk manusia.
Keistimewaan pertama yang menjadi keunggulan
syari'at Islam dan tidak dimiliki syari'at lain, baik dahulu maupun sekarang,
tidak terdapat di Barat dan di Timur, di negara-negara liberalisme atau
sosialisme. Syari'at Islam adalah syari'at tunggal di dunia, yang asasnya
adalah wahyu Allah dan kalimat-kalimat-Nya yang terjaga rapi dari kesalahan dan
jauh dari kezhaliman.
Syaltut dengan kemampuan yang dimilikinya
telah menempatkan dirinya pada kedudukan seorang "mufti". Hal
ini terbukti dengan basil fatwa-fatwanya yang dituangkan dalam "al-Fatawa", di saat beliau
memberikan jawaban atas berbagai persoalan agama dan kemasyarakatan yang
diajukan kepadanya.
Dari karya ini, kita dapat menemukan
fatwa-fatwanya yang mengagumkan. Ke-dudukannya sebagi multi merupakan
kedudukan yang penting dan terhormat. Dalam posisinya sebagai mufti, bukan
karena diangkat, akan tetapi karena dia bertindak sebagai mufti, karena kemam-puannya.
Dia dipandang memenuhi per-syaratan dan alat untuk dapat melakukan "ifta".
Syaltut merasa bahwa berfatwa adalah bagian
dari tugas seorang yang berilmu, tanggung jawabnya sebagai seorang mubaligh,
sebagai yang pernah diungkapkan dalam muqadimah kitabnya "al-Fatawa", dia mengungkapkan:
“Ihilah kumpulan fatwa dan hukum yang merupakan
jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan penanya tentang hukum-hukum yang
beraneka ragam, sebagiannya telah saya siarkan dalam surat-surat kabar dan
majalah-majalah bagi para pembaca, sebagian lagi saya siarkan melalui radio
bagi para pendengar. Saya tidak berpegang pada madzhab tertentu, saga juga
tidak terikat dengan pendapat ahli fiqih tertentu, kecuali berpegang kepada
`Kitab Yang Mulia" (al-Qur'an) dan "Sunnah yang Shahih"
(al-Hadits), serta qa'idah-qa'idah (hukum) Islam yang umum, yang tetap
(abadi). Saya berharap, pengem-baraan saya itu menjadi pelaksanaan atas
sebagian kewajiban yang difardhukan Allah kepada para ulama dari tugas-tugas
tabligh dan penerangan. Saya bermohon kepada Allah, semoga bermanfaatlah
fatwa-fatwa itu bagi orang-orang Islam di setiap tempat"."
Ia menambahkan dengan mengutip hadits Rasul
Saw: "Tidak pantas bagi seorang jahil berdiam diri atas kebodohannya, dan
tidak pantas bagi seorang alim berdiam diri atas ilmu yang dimilikinya".
Keseluruhan fatwa itu terdiri dari 89 tema
dan dibahas dalam 329 sub tema. Memperhatikan corak ijtihad yang diamalkan maka
dalam ijtihadnya Syaltut menganut beberapa prinsip sebagai berikut:
a. Boleh meninjau kembali ijma’ (ijtihad) yang pertama, apabila suasana meng-haruskan.
b. Ijma'(ijtihad) kolektif yang kedua adalah hujjah (dasar
hukum) yang wajib
c. ljtihad perseorangan tidak dapat dipan-dang sebagai hujjah.
d. Pendapat penguasa, imam atau qadli, tidak wajib diterima.
Untuk membangun masa depan hukum Islam dan
membangun dunia Islam pada umumnya, Syaltut beiprinsip haruslah dilakukan
dengan caracara sebagai berikut:
a. Memperluas kajian hukum Islam bagi masyarakat dunia umumnya dan kaum
muslimin khsususnya,
b. Mendorong para pakar hukum (Islam) dalam memahami hukum Islam yang
modern dan
c. Mengembangkan aturan hukum yang luwes dalam ekonomi Islam, untuk memenuhi
hajat hidup ummat Islam secara Islami.
Memperluas kajian hukum Islam dapat
dilakukan dalam bentuk: penyebaran pengkajian (studi) ke kelompok umat dan
mengembangkan pemahaman keagamaan, baik melalui penelitian, pendidikan,
pelatihari dan penyelenggaraan forum-forum ilmiah.
Penjabaran pelaksanaan hukum Islam bagi
kaum muslimin dapat ditempuh melalui jalur aktualisasi pelaksanaan ajaran
secara lugs dengan memperbaiki berbagai kekeliruan dan ketidaktahuan ummat. Hal
itu ditempuh Syaltut dengan mendirikan lembaga
a.
al-Wa'dzu wa al-Wa’adz
b. Mengirim duta-duta pengajaran al-Azhar.
c.
Ma'had al-Buhuts al-Islamiyah (Lem-baga Pengkajian/Penelitian Islam), yang menerima
mahasiswa dari luar Mesir untuk belajar di Universitas al-Azhar.
d. Mendirikan pusat-pusat kebudayaan di luar negeri dan memperkuat pengem-bangannya.
e. Badan Pengawasan Kebudayaan ter-hadap Lembaga-Lembaga Pendidikan,
majalah-majalah, brosur-brosur, pener-bitan-penerbitan, dan kitab-kitab penge-tahuan
umum.
f.
Mengadakan pengembangan dan per-baikan pada
fakultas di al-Azhar;
g. "Jama'ah Ulama-ulama Besar" yang bertugas untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan hukum Islam dan menetapkan hukum terhadap
persoalan-persoalan baru yang tiba-tiba muncul yang belum ada ketentuan
hukumnya yang tegas dalam al-Qur'an dan Hadits.
D. Kritik dan Komentar
Sebagai seorang reformis, Syaltutt ber-pikir
lebih maju dari zamannya, sehingga ide-ide dan pikirannya dirasakan demikian
berat dan aprogresif untuk diterapkan oleh mereka yang tidak berjiwa reformis.
Pikiran dan ide-idenya tampaknya didesain
untuk dijalankan secara revolusioner. Ini mendapat hambatan dari ulama yang
berpikir tradisional. Seyogyanya untuk
menarik simpati mereka, penerapannva harus secara evolusi. Dengan demikian, ia
mendapat tantangan dari kelompok ulama yang memimpin al-Azhar yang non
reformis sehingga ia sempat beberapa saat
dikeluarkan dari perguruan al-Azhar. Akan tetapi, karena memang jiwa reformasin. ya yang menggelora
tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun, sehingga ide-ide dan
pemik.irannya dapat dimengerti dan dipahami orang dan akhirnya ide dan
pemikiannya dapat diterima, dan iapun diangkat dan dipanggil kembali ke
perguruan al-Azhar.
Syaltut, sebagai pemikir muslim memiliki
visi dan misi ke depan yang jauh. Ia tidak
melihat Universitas al-Azhar sebagai milik orang Mesir. Akan tetapi merupakan perguruan tinggi Islam milik
muslim sedunia. Sistem pendidikan dan
pengajaran harus dirubah dan diperbaiki, kalau ingin melihat al-Azhar
itu maju dan tidak ditinggalkan zaman. Lalu ketika al-Azhar di bawah
kepemimpinannya, ia membenahi sistem pendidikan, metode belajar, penataan
lembaga, pendirian fakultas baru, mendirikan lembaga
bahasa, lembaga penelitian, pengutusan duta-duta Mesir ke perguruan
Islam di luar negeri dan menerima mahasiswa asing dari negeri islam secara teratur
dan sistematis.
Syaltut memiliki wawasan berpikir yang luas
dan cemerlang, dapat memberikan kontribusi yang banyak dalam bidang hukum
khususnya dan pembinaan Berta pengembangan ilmu keislaman pada umumnya.
Jabatan-jabatan yang
pernah dipang-kunya memberikan peluang bagin. ya untuk menerapkan
ide-idenya. Jabatan-jabatan yang pernah dipercayakan kepadanya adalah :
1. Penasehat Mu'tamar al-Alam Islami (Konggres Dunia Islam)
2. Anggota Badan Tertinggi untuk hubungan-hubungan
kebudayaan dan luar negeri pada Kementerian Pen-didikan
dan Pengajaran Mesir.
3. Ketua Badan Penyelidikan Adat dan Tradisi pada Kementerian Sosial Mesir.
4. Anggota Badan Tertinggi untuk Bantuan Musim Dingin.
Ia telah memberikan
pengaruh yang besar pada perbaikan sistem alAzhar. Dengan demikian,
ia juga telah turut memberi pengaruh terhadap dunia Islam, karena
al-Azhar merupakan universitas Islam terbesar di dunia, yang hampir setiap negara Islam atau
negara yang penduduknya beragama Islam di dunia ini telah mengirim mahasiswa-mahasiswanya
untuk belajar di universitas itu. Mereka tentu saja telah mengenyam sistem
pendidikan dan pengajaran yang dipolakan oleh Syaltut itu.
Demikian pula, tulisan-tulisan dan
artikel-artikelnya yang beliau sajikan dalam "majallah al-Azhar” telah
mempengaruhi cara berpikir pemikirpemikir Islam se-dunia. Syaltut mengandalkan
perbaikan pada al-Azhar, karena misi al-Azhar itu merupakan garda atau benteng
pemikiran Islam yang mendasar secara turun-temurun, yang berkembang dari
pemikiran, budaya dan kehidupan Islam yang damai. al-Azhar juga merupakan pusat
pendidikan Islam dan pendidikan yang berkaitan dengan bahasa Arab untuk
negara-negara yang beragama Islam dan juga orang-orang Arab.12
Syaltut memasukkan pendidikan bahasa asing
sebagai materi pelajaran yang dipelajari bagi mahasiswanya. Hal ini dipandang
sebagai suatu langkah maju untuk menjadikan al-Azhar memindahkan dan menyebarkan
hakikat kebenaran Islam kepada saudaranya yang muslim, yang tidak mengetahui
bahasa Arab. Di atas itu semua, sesungguhnya dengan mempelajari bahasa asing
itu, akan terjadi pertukaran dalam berkarya dan cara berpikir di al-Azhar, dan
bakal membuat mahasiswa mengetahui metodologi modern dalam menyusun buku dan
memecahkan problemaproblema. Syaltut mengambil perhatian besar dan pengawasan
yang ketat dalam pengajaran bahasa asing ini, supaya cita-citanya diterima.13
Hal penting lainnya yang dilakukan Syaltut
yang merupakan pembaharuan terhadap al-Azhar adalah menempatkan para mahasiswa
asing di asrama-asrama di kampus, agar mereka dapat berbaur dengan mahasiswa
Mesir sendiri dan mereka dapat bekerja lebih baik dan teratur. Sebelum itu,
para mahasiswa pada umumnya bertempat tingggal di luar kampus.14
Selain itu, Syaltut juga melakukan
perbaikan penting dalam proses belajar mengajar. Dahulu, di al-Azhar pengajaran
berlangsung dalam masjid. Pengajaran yang berlangsung dalam masjid itu
dipindahkan Syaltut ke bangunan-bangunan modern yang bergabung dengan aula dan
kelas-kelas belajar dengan menggunakan papan tulis, sesuai dengan perkembangan
zaman yang memungkinkan para guru/dosen melaksanakan tugas mereka dengan cara
yang lebih sempurna dan memberikan faedah yang banyak dalam pengajian materi pelajaran.15
Syaltut berpendapat, al-Azhar harus
senantiasa menjadi sumber ilmu pengetahuan, penalaran dan penelitian untuk
sepanjang zaman dalam mempelajari al-Qur'an dan Fiqh Islam yang memungkinkan
manusia memahami masalah Islam. Untuk itulah Syaltut memerintahkan pemindahan
lembaga Pembacaan alquran ke luar kampus al-Azhar dengan menerapkan rencana
pelajaran yang khusus yang dilaksanakan oleh pakar-pakar pilihan yang mampu
memberikan kuliah dengan tema-tema tentang ke-Islaman secara popular yang
memungkinkan mahasiswa menuntut ilmu dalam kondisi yang merdeka, tidak terikat
dengan waktu, metode yang dipakai dan pelaksanaan ujiannya.16
Syaltut menerapkan pendidikan modern dalam
sistem pendidikan alAzhar, baik untuk mahasiswa yang berasal dari Mesir,
maupun mahasiswa yang datang dari luar sebagai duta-duta al-Azhar dari luar
negeri.
Pendidikan modern yang dimaksud-kan di sini
adalah suatu bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa
tidak terlalu terikat dengan text book, akan tetapi mereka memperdalam ilmu
mereka melalui diskusi-diskusi kelompok, seminar serta muzakarah di dalam
kelompok bidang studi tertentu. Mahasiswa al-Azhar yang datang dari berbagai
negeri yang beragama Islam, mereka nantinya diharapkan menjadi duta-duta
al-Azhar dalam pengembangan ilmu keislaman di negeri mereka, setelah mereka
dibekali dengan berbagai ilmu oleh alAzhar. Tempat belajar, metode dan materi
yang diajarkan diatur dan ditata sedemikian rupa dan disediakan ruang belajar
khusus sehingga mereka tidak perlu lagi belajar dalam masjid di atas tikar dan
sajadah.17
Kini al-Azhar sebagai universitas Islam
bergengsi yang diminati oleh mahasiswa-mahasiswa Islam sedunia, sebab selain
adanya fakultas yang mengkhususkan ilmu agama, akan tetapi sudah didirikan
berbagai fakultas yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan kaum
muslimin pada umurnnya. Pengaruh perkembangan al-Azhar oleh Syaltut telah
memberikan pengaruh kepada umat Islam sedunia melalui alumni-alumninya serta
karya-karya mereka yang dapat dibaca, yang sangat memberikan dampak positif
dalam pola dan cara berpikir muslim sedunia. Pengaruh Syaltut sangat terasa
sekali dengan pengembangan al-Azhar itu.
III. KESIMPULAN
Pikiran-pikiran Syaltut menjadi panutan
bagi sebagian besar muslim Mesir dan bahkan kaum muslimin lainnya di
negara-negara Islam melalui bacaan-bacaan mereka dari buku-buku yang
ditulisnya. Syaltut dianggap seorang mujtahid yang populer, karena ide-idenya
dan pemikiran-pemikirannya dapat diterima oleh kalangan terbanyak orang-orang
Islam,
terutama sekali para ilmuwan dari
negeri-negeri Islam. Buku-bukunya ditelaah dan diteliti oleh orang-orang di
luar Mesir. Pikiran-pikiran Syaltut mereka bahas dan mereka pelajari dan banyak
diantara mereka yang menjadikan sosok Syaltut dan pernikiran-pemikirannya
sebagai suatu studi banding dan banyak mahasiswa yang mendapatkan gelar magister,
bahkan doktor dengan membahas dan meneliti buku-buku dan pemikirannya
Tidak hanya orang Mesir yang memberikan
tanggapan dan penghargaan terhadap ide dan pen-likiran-pemikirannya, bahkan
masyarakat internasional pun mengakui kemampuan ilmiahnya, seperti ketika
beliau menguraikan tentang kedudukan hukum pada Kongres Hukum Internasional di
Den Haag (negeri Belanda), pendapat-pendapatnya diterima dan disambut para
pakar dan akademisi. Indonesia, dalam hal ini LAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
menghargai kemam-puan ilmiah dan petnikiranpemikirannya terhadap perkembangan
Islam pada umumnya dan ilmu pengetahuan Islam pada khususnya, dengan memberikan
gelar doktor honoris causa dalam biding ilmu ushu al-din pada 7 Januari
1961. Wallahu a'lam bi al-shawab!
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Midhad David, Mahmud Syaltut (1893-1963):
A Moslem Reformist, His Life, Work and Religion Thought, Hartfard,
Connecticut, 1976.
Al-Azhar Suthfur, Al-Risalah, Maktab, Syekh al-Jami al-Azhar
li al-Syuun al-`Ammah, 1959.
al-Mausu'ah al-Arabiyah al-Muyassarah, Kairo, 1965.
Nasution, Harun, et.al.(ed), Ensiklopedi Islam, jilid
II, Jakarta: Departemen Agama RI, 1987/1988.
Rahman, Fazlur, Membuka Pintu ljtihad, Terj.
dari Islamic Methodology in History oleh Anas Maliyuddin, Bandung:
Pustaka, 1984.
Syaltut, Mahmud, al-Fatawa, Cet.
III, Kairo: Dar al-Qalam, 1966.
------- ,
al-Islamu Agidat Syari'at, Kairo: Dar al-Qalam, 1966.
------- ,
Min Taujihat al-Islam, Kairo: Dar al-Qalam, 1966.
------- ,
Risalah al-Azhar,al-Risalah al-Tsaniyah Maktab Syekh Jami' alAzhar
fi al-Syu'un al-`Ammah, 1959.
al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuh, Beirut: Dar al-Fikr, 1996.
Catatan Akhir:
1adalah kesungguhan ahli hukum Islam dalam
menggali dan menyimpulkan hukum-hukum syara (agama) yang furu dari dalil-dalilnya. Yang
dimaksudkan dengan dalil-dalil itu adalah al-Qur'an dan al-Hadits sebagai
sumber perundang-undangan Islam. Ijtihad,
menurut beberapa pemikir kontemporer, seperti Muhammad Iqbal dan Fazlur Rahman,
juga merupakan sumber hukum Islam, karena kebenaran itu tidak hanya berasal
dart wahyu, melainkan juga dari hasil penalaran rasional manusia. Lihat Fazlur
Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, Terj. dari Islamic Methodology in
History oleh Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1984).
2 Kalangan Sunni pada umumnya mengikuti
salah sate dari empat madzhab, yakni Maliki, Hanafi, Syafi'i dan Hanbali.
Sementara itu, kalangan Syi'ah pada umumnya menganur madzhab Ja'fari (Imam
Ja'far al-Shadiq). Madzhab-madzhab fiqh lainnya, seperti Dhahiri (pengikut Abu Daud
al-Dhahiri, dan Ibn Hazm al-Andalusi), Ibadhiyah dan Zaidiyyah, eksistensinya
tetap diakui, namun realitas pengikutnya dewasa ini tampaknya tidak menonjol.
Lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid I,
(Bairut: Dar al-Fikr, 1996)
3Al-Mawsu'ah al-'Arabiyah al-Muyassarah, (Kairo: tp, 1965), h. 091 dan Harun Nasution, et. al .(ed),
Ensiklopedi Islam, jilid II, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1987/1988), h .
549-550.
4Midhad David Abraham, Mahmud Syaltut
(1893-1963): A Moslem Reformist, His Life, work and Religion Thought, Hartfard,
Connecticut, 1976, h. 1.
5Al-Mausu'ah al-‘Arabiyyah... , Loc. cit., dan Harun Nasution et. al. (ed), op.
cit., h. 550.
6 Harun Nasution, et .al (ed), Loc. cit.
7 Loc. cit.
8 Syaltut, al-Fatawa, h.354.
9 Ibid. h. 357
10 Ibid., h. 345-347.
11Ibid., h.15-16
12Mahmal Syaltut, Risalah Al-Azhar, Ar-Risalah al-Tsaniyah Maktab Syekh Jimi'
alAzhar fi al-Syuun al-'Ammah, 1959, h.
0-14.
13 al-Azhar fi Suthur, Al-Risalah, Maktab, Syekh al-Jami al-Azhar
li al-Syuun al'Ammah, 1959, h. 25-26.
14 Ibid., h. 26.
15 al-Azhar fi Suthur, op. cit., h. 36-37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar