Kamis, 22 Januari 2015

KONTRIBUSI SYALTUT DALAM REFORMASI HUKUM ISLAM

KONTRIBUSI SYALTUT DALAM REFORMASI
HUKUM ISLAM
Ahmad Badwi
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
DPK. STAI Al-Furgan Makassar

Abstract: Thoughts Syaltut a role model for most of the Egyptian Muslims and even other Muslims in Islamic countries through their readings of the books he wrote. Syaltut considered a mujtahid are popular, because of his ideas and his thoughts can be accepted by the majority of Muslims, especially once the scientists of the Islamic countries. His books are reviewed and scrutinized by people outside of Egypt. Syaltut their thoughts and discuss their learning and many of them are making figure Syaltut and pernikiran - thinking as a comparative study and a lot of students who earn a master's degree , even a doctorate to discuss and examine the books and thoughts . Not only the Egyptians who provide feedback and appreciation for their thoughts and ideas , and even the international community recognizes its scientific capabilities , such as when he describes the legal position at the Congress of International Law in The Hague (the Netherlands), his views accepted and welcomed the experts and academics .
Kata Kunci: Syaltut, Reformasi, Hukum Islam

I.     PENDAHULUAN
Mahmud Syaltut merupakan salah seorang cendekiawan Muslim yang memiliki keteguhan batin yang mendalam dalam memberikan kontribusi bagi per-kembangan hukum Islam, sekaligus mem-punyai keberanian dalam menghadapi tantangan dan resiko yang menghadangnya. Ia dibesarkan dalam tradisi keilmuan yang relatif mapan di pusat studi Islam di Timur Tengah (Mesir). Pemahaman keagamaan-nya yang mendalam dan komprehensif menjadikan dirinya dapat dengan mudah menjelaskan ajaran Islam sebagai sesuatu yang aktual dan relevan dengan perkem­bangan ilmpu pengetahuan dan zaman.
Selama ini, kaum muslimin di Mesir dan di dunia Islam pada umumnya, telah menaruh suatu keyakinan, bahwa Ijtihad1 dalam hukum Islam sudah berakhir (pintu Ijtihad sudah ditutup) dengan keberadaan mazhab-mazhab hukum yang menjadi panutan umat Islam dalam kehidupan masyarakat mereka. Mereka haruss tunduk dan mengikuti salah satu mazhab yang telah ada.2
Kondisi yang demikian dipandang oleh Syaltut sebagai suatu yang berbahaya dan riskan bagi umat Islam se-dunia. Kebekuan berpikir yang demikian hams diperbaiki, karena cara berpikir seperti itu adalah cara berpikir yang jumud (beku) dan kaku serta dapat mematikan kreativitas dan dinamika pemikiran hukum Islam. Dengan demikian berarti, hukum Islam sudah berhenti perkembangannya dan tidak boleti lagi berkembang dan dikembangkan, padahal hukum Islam itu luas dan luwes -memin. jam istilah Yusuf al-Qardhawi-untuk diaktualisasikan dalam berbagai spektrum kehidupan manusia. Hal ini menurut Syaltut merupakan suatu keke-liruan besar yang hams diperbaiki dengan segera, untuk mengembalikan pemahaman Islam yang keliru kepada yang lurus, dan menghidupkan kembali elan vital pemi-kiran hukum Islam yang luas dan luwes itu.
Dalam konteks itu, Syaltut berpen-dirian bahwa Islam merupakan agama rasional yang senantiasa memberikan kemerdekaan berijtihad, menggali hukum-hukum dan pengetahuan Islam dan sumbernya yang ash, yaim al-Qur'an dan al-Hadits, dengan melepaskan din dari kekakuan dan kebekuan, dari pendapat-pendapat lama yang telah usang dan memerlukan tinjauan baru, sesuai dengan tuntutan zaman, kondisi, situasi serta tempat yang mengitarinya. Perintah membaca (QS. al-'Alaq: 1-2), dan perintah berpikir dalam banyak ayat al-Qur'an, seperti (QS. Al-­Ghasyiyah: 17-20; Alu 'Imran:190-191), dan penegasan Nabi Saw. bahwa agama itu akal, merupakan basis keagamaan (Islam) yang memberikan ruang-gerak pemikiran Islam secara luas dan penuh kemerdekaan.
Dengan pendirian seperti itu, Syaltut berusaha menyikapi dan meres­poni ber-bagai tantangan zaman, sebagai jawaban atas reformasi dan pembaharuan pemikiran hukum Islam yang dicanangkannya.
Hal itu akan tampak jelas nanti dalam gerakan beliau dalam memberikan jawaban-jawaban terhadap hukum yang berkembang di masanya di Mesir, sebagai yang dibukukannya dalam al-Fatawa (Kumpulan Fatwa-fatwa) dan percepatan pembangunan di bidang pendidikan dan pengajaran yang dilancarkannya pada Universitas al-Azhar yang dipim­pinnya dalam merubah tata cara dan penyelenggaraan pendidikan yang berlaku di dalamnya, serta berbagai aturan yang menghambat kemajuan al-Azhar itu sendiri.
Beliau bahkan pernah dikeluarkan dari al-Azhar, karena alasan politis. Dalam arti, pemikiran dan aksi reformasinya dipandang dapat memba­hayakan stabilitas negara, mengingkar al-Azhar pada masa itu mempunyai posisi tawar yang tinggi terhadap kebijakan-kebijakan strategis yang diambil oleh pemerintah. Akan tetapi, dengan alasan lain yang lebih bersifat akademis, ia kemudian diteima dan diangkat kembali sebagai dosen al-Azhar.
Perjuangannya cukup panjang dan berat dalam menjawab tantangan reformasi, akan tetapi dengan ketabahan dan kekuatannya, reformasi dalam bidang hukum dan pendidikan yang dilancar-kannya memberikan hasil yang gemilang dan bahkan is diangkat sebagai orang pertama, sebagai rektor al-Azhar. Jabatan itu dipangkunya sampai akhir hayatnya tahun 1969.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan elaborasi mengenai kontribusi Syaltut dalam reformasi hukum Islam di masanya sebagainya tercermin karya-karyanya seperti al-Islam Aqidah zva Syari ah dan al-Fatawa.
II.  PEMBAHASAN
A.  Sketsa Biografi
Mahmad Syaltut, (selanjutnya disebut Syaltut), dilahirkan pada tanggal 23 April 1893 di desa Maniyah Bani Mansur, distrik Itay al-Bairud di karesidenan al-Buhairah (Majiz), dan meninggal dunia pada tanggal 9 Nopember 1963 dalam usia lebih kurang 70 tahun.3
Syaltut sejak kecil mulai belajar di bawah asuhan orang tuanya, dan sudah mampu membaca dan menghafal al-Qur'an dalam usia 13 tahun. Setelah mampu menghafal alquran, ia melanjutkan pen-didikan pada lembaga pendidikan agama di Iskandariah (al-Ma'had al-Iskandariyah al Dim). Dalam mengikuti pendidikannya is terkenal rajin dan cerdas. Syahadah al-‘Nizhamiyah (ijazah atau gelar ahli hukum) dan al­-Azhar diperolehnya pada tahun 1919 dengan rangking satu dari pelajaran-­pelajaran yang dipelajarinya.4 Gelar doktor antara lain diperolehnya dari LAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Indonesia dalam bentuk Doktor Honoris Causa tahun 1961, di samping gelar doktor yang diperoleh di negerinya sendiri (Mesir).5
Syaltut lahir sebagai seorang pendidik, pakar studi Islam, da'i, jurnalis, pemikir, penulis, ahli hukum dan reformis. Ia memulai karir akademiknya sebagai seorang guru pada Ma'had al-Iskandariah al-Dini (Alexandria) dan perguruan-perguruan Islam lainnya di Mesir.
Di samping itu ia aktif dalam kegiatan dakwah, pers, penerbitan dan dalam kegiatan ilmiah lainnya. Tulisan, pidato, ceramah dan karangan-­karangannya, terutama mengenai Bahasa Arab, Tafsir, Hadits, Syari'at Islam dan ilmu keislaman lainnya yang sudah tersebar ke dunia Islam.
Pada tahun 1927 Syaltut diangkat menjadi guru pada perguruan al­Azhar. Pada waktu Mushthafa al-Maraghi diangkat menjadi rektor al­-Azhar pada tahun 1928, Syaltut banyak menulis tentang ide-ide pembaharuannya di surat kabar untuk mendukung pendapat dan pikiran al-Maraghy mengenai perbaikan al-Azhar. Sesudah itu Syaltut berhasil diangkat menjadi dosen pada tingkat takhashush (Magister) di Universitas al-Azhar. Dalam memperjuangkan cita-citanya dalam pembaharuan al­-Azhar, ia bertindak secara revolusioner. Dalam tahun 1931, ia pernah bersama ulama yang sependapat dengannya dibebaskan dan semua tugasnya karena terjadi perbedaan pendapat dengan para ulama yang sedang memegang tampuk pirnpinan al-Azhar.
Walaupun demkian ia tidak tinggal diam, ia malah semakin giat menulis dalam surat-surat kabar, harian-harian dan majalah-majalah untuk mengemukakan kritiknya yang bersifat membangun. Akhirnya ia diangkat lagi oleh al-Azhar menjadi wakil dekan Fakultas Syari'ah dan menjadi pemeriksa atau pengawas sekolah-sekolah agama (al-M’a’hid al-Diniyyah).6
Reputasi penting yang ditunjukkan Syaltut adalah ketika pada tahun 1937 diutus sebagai wakil al-Azhar ke Kongres Internasional tentang perbandingan per-undang-undangan (al-Qanun al-Muqaran) yang diadakan di Den Haag, Belanda. Di sang ia mempresentasiikan syari'at Islam dengan baik. Berkat uraiannya tersebut, kongres berkesimpulan bahwa syari'at Islam merupakan norma hidup yang berdin sendiri dan relevan untuk dijadikan sumber undang-undang bagi setiap waktu dan zaman.7
B.  Karya-karyanya
Sebagai seorang ulama dan sarjana Muslim, Syaltut tergolong produktif dalam menuangkan pikiran-pikirannya melalui karya-karya ilmiahnya. Karya-karya yang sudah pernah dipublikasikan adalah sebagai berikut:
1.    "Fiqh al-Qur'an wa al-Sunnah". Dalam karya ini ia menjelaskan tentang kandungan hukum-hukum Islam yang terdapat di dalam al-Qur'an atau hadits-hadits Nabi.
2.    "Muqaranah al-Madzahib". Di dalam-nya berisi perbandingan hukum di antara pemuka-pemuka mazhab.
3.    "al-Masuliyat al-Madaniyat wa al-Jinayat fi al-Syari’at al-Islamiyah”. Karya ini berisikan pertanggungjawaban sipil dan pidana menurut syari'at Islam.
4.    "Al-Qur'an wa al-Qital. Karya ini men-jelaskan tentang hukum 1 yang ber-hubungan dengan peperangan sebagai-mana yang telah diatur al-Qur'an.
5.    "Tanzhim al-Nasl Buku ini merupakan pandangan Syaltut dalam mengatur kelahiran atau keluarga berencana dalam perspektif syari'at Islam.
6.    "Al-Qur'an wa al-Mar'ah". Buku ini menerangkan tentang kedudukan wanita menurut alquran, baik wanita sebagai individu maupun sebagai seorang isteri dan anggota masyarakat.
7.    "Al-Qur'an wa al-Wujad al-Duwaly fi al-Islam". Buku ini membahas tentang al-Qur'an dan dunia internasional dalam perspektif Islam. Dalam hal ini, Islam mengatur pergaulan umat Islam dengan non­muslim di dunia internasional.
8.    "Tanzhim al-Alaqat al-Dawliyab fi al-Islam Buku ini membahas tentang hubungan kenegaraan dalam Islam. Orang dan negara Islam perlu mengadakan komunikasi dengan orang dan negara non Islam di dunia internasional, baik dalam kondisi aman ataupun perang, berupa hubungan diplomatik, polink, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
9.    "al-Islam Aqidah wa Syarfah". Buku ini menerangkan tentang landasan hidup muslim dengan berfondasikan keper-cayaan (iman) secara sempurna dan sekaligus melakukan berbagai amalan (syari'ah), baik itu dalam hubungan manusia dengan Allah, maupun hubungan manusia sesamanya. Buku ini merupakan buku teks standar yang pernah menjadi rujukan utama di berbagai perguruan tinggi Islam di luar negen maupun di tanah air.
10.  "al-Fatawa". Buku ini memuat fatwa-fatwa Syaltut sebagai jawaban yang diberikan atas pertanyaan-pertanyaan yang dijawab melalui siaran radio. Pertanyaan-pertanyaan itu umumnya menyangkut hal‑hal yang timbul di kalangan masyarakat Mesir, baik dalam bidang `aqidah maupun hukum.
11.  "Min Tawjihat al-Islam". Buku ini berisikan beberapa perbaikan dari paham-paham keagamaan, menjelaskan Islam dalam sebagian kesukaran dan problema yang besar, akhlak Islam dan hal-hal khusus mengenai masalah ibadah.
12.  "Tafsir al-Qur'an al-Karim". Tafsir ini berisikan penafar. an al-Qur'an menurut metode yang modern yang berbeda dari tafsir-tafsir yang ditulis oleh ulama-ulama terdahulu.
13.  "Muqâranah al-Madzahib fa al-Fiqh". Buku ini berisikan perbandingan pendapat para mujtahid dalam masalah-masalah tertentu.
14.  "Madza Bayanun li al-Nas". Karya ini berisikan pesan-pesan umum kepada umat dalam memahami dan meng-amalkan ajaran Islam.
C.  Pemikirannya
Syaltut adalah seorang ahli fiqh yang luas pandangannya dan dalam ilmunya. Keluasan pandangan dan kedalaman ilmunya itu menyebabkan ia dapat mengemukakan hukum-hukum Islam yang sesuai dengan kebutuhan manusia dan kehendak zaman. Selain itu, ia juga seorang ahli tafsir yang ulung, sekaligus seorang sosiolog yang mengenal penyakit-­penyakit masyarakat dan cara mengobatinya.
Sebagai buktinya, kita dapat melihat ide-ide yang dituangkannya dalam tulisan-tulisan dan buku-buku yang ditulisnya, demikian juga dalam karangan-karangan-nya, ia menjelaskan pokok-pokok pikiran dan ide-ide pembaharuannya. Dalam bukunya "al-Fatawa", jelas ia memberikan jawaban dalam berbagai masalah yang aktual, yang menggambarkan keluasan ilmunya, baik sebagai penafsir. , sosiolog yang mengenal kondisi masyarakat, dan di dalam bukunya "Al-Islam ‘Aqidah wa Syari'ah", ia mempertegas tentang aqidah muslim yang benar dan muamalah yang berlaku menurut Islam. Pikiran-pikiran lainnya tentang keluarga beren­cana, status wanita, inseminasi buatan dan poligami membuktikan bahwa beliau sebagai seorang pemikir, sekaligus sebagai seorang modernis atau reformis dalam pemikiran hukum Islam.
Ia selalu berusaha memberantas kekakuan dan kejumudan dalam berpikir dan kefanatikan mazhab yang membawa perpecahan di kalangan umat Islam. Diberantasnya paham bahwa "pintu ijtihad telah tertutup", karena dianggapnya itulah yang menjadi sebab sempitnya alam berpikir. Lagi pula paham itu bertentangan dengan nash-nash yang mengarahkan kita untuk membahas, berpikir dan menyelidiki. Manakala wawasan berpikir sempit, maka akan terhentilah penalaran manusia, padahal kondisi, situasi dan zaman membutuhkannya.
Contohnya kekakuan dan kejumudan yang diberantasnya ialah melarang orang menziarahi kubur wali-wali dan meminta sesuatu yang diinginkannya melalui arwah tersebut.
Ia membawa cahaya baru dalam penalaran dan ilmu untuk memahami Islam yang dipancarkan dengan jalan memper-baiki sistem pendidikan dan pengajaran pada Universitas al-Azhar. Ia melihat penyelewengan dan kesalahpahaman yang perlu diperbaiki, maka oleh karenanya ia tetap memakai al-ra’yu (pemikiran) dan penalaran (al-nazhar). Ia dengan tegas menolak sifat jumud yang melanda umat Islam, karena jumud itu membuat agama menjadi sempit dan tak dapat menjawab tantangan (challenge) zaman. Ijtihad menurutnya tetap dibutuhkan, karena ke-majuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan sangat banyak yang berhubungan dengan agama, yang memerlukan penetapan sesuai dengan kondisi, situasi dan tempat serta dapat memberikan berbagai solusi dalam kehidupan umat Islam.
Oleh karena itu ia menentang pendapat yang menyatakan: "bahwa pintu ijtihad sudah tertutup". Apa yang telah difatwakan atau ijma' ulama­-ulama sebelumnya, belum berarti sudah baku dan tidak berubah lagi, karena kalau ini diterima, menjadi matilah kreatifitas para ulama dalam membangun umat dalam kondisi kini, jika dibandingkan dengan kegiatan ijtihad pada zaman ulama-ulama besar dahulu. Sedangkan dasar berpijak tetap sama dengan yang dipakai mereka.
Pemikiran Syaltut pada pokoknya berkisar pada agama dan syari'atnya, karena bidang profesinya adalah ahli ilmu ke-Islaman, khususnya di bidang hukum Islam. Menurutnya, tugas pokok ulama sebagai pewaris Nabi Muhammad Saw. adalah memurnikan karya ilmiah tentang per-soalan-persoalan Agama Islam dan se-lanjutnya menyampai­kannya kepada seluruh umat manusia. Atas dasar pemi-kiran tersebut, ia dalam kedudukannya sebagai rektor al-Azhar bersedia menerima amanah untuk menjadikan Universitas al-Azhar berperan sebagai pendorong kaum Muslimin untuk berhubungan langsung dengan al-Qur'an dan terjauh dari sifat-sifat mengekor (taqlid) serta mengikuti aturan-aturan taqlidnya. Ia juga setuju dengan pendapat, bahwa dengan berhubungan langsung dengan al-Qur'an-lah, kebangunan Islam akan tetap berada dalam batas-batas garis perjalanannya dan dapat menyam-paikan kaum muslimin pada kemerdekaan dan persatuannya. Untuk maksud tersebut ia sebagai rektor al-Azhar tidak segan-segan mengulurkan tangan kepada sesama kaum muslimin yang bersedia berjanji melaksanakan tugas ulama tadi. Sebagai contoh uluran tangan tersebut ialah perjanjian Universitas al­Azhar dengan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1961.
Pada prinsipnva Syaltut tidak terikat dengan sesuatu mazhab. Akan tetapi pada saat tertentu, dalam berijtihad, Syaltut secara implisit menye­pakati pendapat mazhab atau pengikut mazhab mu'tabar, di samping di banyak suasana dan tempat, Syaltut memiliki cara berpikir sendiri dalam memecahkan berbagai problem hukum. Hal ini dapat terlihat pada pendapatnya tentang kewajiban "'iddah"8, pendapatnya mengenai makelar9 dan tentang "pemanfaatan barang gadaian".10
Syaltut berprinsip bahwa penegakan hukum Islam bersifat absolut. Syari'at yang datang dari Allah merupakan sumber dari semua aturan hidup manusia dan akhirnya semua hukum yang benar adalah pancaran dari syari'at Allah. Bukankah Sang Pencipta itu Maha Mengetahui tentang ciptaan-Nya, dan Dia pulalah yang membuat semua ketentuan demi keselamatan dan pemeli-haraan, dan Dia-lah yang merawat dan melindungi setiap apa yang diciptakan-Nya, termasuk manusia.
Keistimewaan pertama yang menjadi keunggulan syari'at Islam dan tidak dimiliki syari'at lain, baik dahulu maupun sekarang, tidak terdapat di Barat dan di Timur, di negara-negara liberalisme atau sosialisme. Syari'at Islam adalah syari'at tunggal di dunia, yang asasnya adalah wahyu Allah dan kalimat-kalimat-Nya yang terjaga rapi dari kesalahan dan jauh dari kezhaliman.
Syaltut dengan kemampuan yang dimilikinya telah menempatkan dirinya pada kedudukan seorang "mufti". Hal ini terbukti dengan basil fatwa-fatwanya yang dituangkan dalam "al-Fatawa", di saat beliau memberikan jawaban atas berbagai persoalan agama dan kemasyarakatan yang diajukan kepadanya.
Dari karya ini, kita dapat menemukan fatwa-fatwanya yang mengagumkan. Ke-dudukannya sebagi multi merupakan kedudukan yang penting dan terhormat. Dalam posisinya sebagai mufti, bukan karena diangkat, akan tetapi karena dia bertindak sebagai mufti, karena kemam-puannya. Dia dipandang memenuhi per-syaratan dan alat untuk dapat melakukan "ifta".
Syaltut merasa bahwa berfatwa adalah bagian dari tugas seorang yang berilmu, tanggung jawabnya sebagai seorang mubaligh, sebagai yang pernah diungkapkan dalam muqadimah kitabnya "al-Fatawa", dia mengungkapkan:
“Ihilah kumpulan fatwa dan hukum yang merupakan jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan penanya tentang hukum-hukum yang beraneka ragam, sebagiannya telah saya siarkan dalam surat-surat kabar dan majalah-majalah bagi para pembaca, sebagian lagi saya siarkan melalui radio bagi para pen­dengar. Saya tidak berpegang pada madzhab tertentu, saga juga tidak terikat dengan pendapat ahli fiqih tertentu, kecuali berpegang kepada `Kitab Yang Mulia" (al-Qur'an) dan "Sunnah yang Shahih" (al-Hadits), serta qa'idah­-qa'idah (hukum) Islam yang umum, yang tetap (abadi). Saya berharap, pengem-baraan saya itu menjadi pelaksanaan atas sebagian kewajiban yang difardhukan Allah kepada para ulama dari tugas-tugas tabligh dan pene­rangan. Saya bermohon kepada Allah, semoga bermanfaatlah fatwa-fatwa itu bagi orang-orang Islam di setiap tempat"."
Ia menambahkan dengan mengutip hadits Rasul Saw: "Tidak pantas bagi seorang jahil berdiam diri atas kebodohannya, dan tidak pantas bagi seorang alim berdiam diri atas ilmu yang dimilikinya".
Keseluruhan fatwa itu terdiri dari 89 tema dan dibahas dalam 329 sub tema. Memperhatikan corak ijtihad yang diamalkan maka dalam ijtihadnya Syaltut menganut beberapa prinsip sebagai berikut:
a.    Boleh meninjau kembali ijma’ (ijtihad) yang pertama, apabila suasana meng-haruskan.
b.    Ijma'(ijtihad) kolektif yang kedua adalah hujjah (dasar hukum) yang wajib
c.    ljtihad perseorangan tidak dapat dipan-dang sebagai hujjah.
d.   Pendapat penguasa, imam atau qadli, tidak wajib diterima.
Untuk membangun masa depan hukum Islam dan membangun dunia Islam pada umumnya, Syaltut beiprinsip haruslah dilakukan dengan cara­cara sebagai berikut:
a.  Memperluas kajian hukum Islam bagi masyarakat dunia umumnya dan kaum muslimin khsususnya,
b.  Mendorong para pakar hukum (Islam) dalam memahami hukum Islam yang modern dan
c.  Mengembangkan aturan hukum yang luwes dalam ekonomi Islam, untuk memenuhi hajat hidup ummat Islam secara Islami.
Memperluas kajian hukum Islam dapat dilakukan dalam bentuk: penyebaran pengkajian (studi) ke kelompok umat dan mengembangkan pemahaman keagamaan, baik melalui penelitian, pendidikan, pelatihari dan penyelenggaraan forum-forum ilmiah.
Penjabaran pelaksanaan hukum Islam bagi kaum muslimin dapat ditempuh melalui jalur aktualisasi pelaksanaan ajaran secara lugs dengan memperbaiki berbagai kekeliruan dan ketidaktahuan ummat. Hal itu ditempuh Syaltut dengan mendirikan lembaga
a.    al-Wa'dzu wa al-Wa’adz
b.    Mengirim duta-duta pengajaran al-Azhar.
c.    Ma'had al-Buhuts al-Islamiyah (Lem-baga Pengkajian/Penelitian Islam), yang menerima mahasiswa dari luar Mesir untuk belajar di Universitas al-Azhar.
d.   Mendirikan pusat-pusat kebudayaan di luar negeri dan memperkuat pengem-bangannya.
e.    Badan Pengawasan Kebudayaan ter-hadap Lembaga-Lembaga Pendidikan, majalah-majalah, brosur-brosur, pener-bitan-pener­bitan, dan kitab-kitab penge-tahuan umum.
f.     Mengadakan pengembangan dan per-baikan pada fakultas di al­-Azhar;
g.    "Jama'ah Ulama-ulama Besar" yang bertugas untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hukum Islam dan menetapkan hukum terhadap persoalan-persoalan baru yang tiba-tiba muncul yang belum ada ketentuan hukumnya yang tegas dalam al-Qur'an dan Hadits.
D.  Kritik dan Komentar
Sebagai seorang reformis, Syaltutt ber-pikir lebih maju dari zamannya, sehingga ide-ide dan pikirannya dirasakan demikian berat dan aprogresif untuk diterapkan oleh mereka yang tidak berjiwa reformis.
Pikiran dan ide-idenya tampaknya didesain untuk dijalankan secara revolusioner. Ini mendapat hambatan dari ulama yang berpikir tradisional. Seyogyanya untuk menarik simpati mereka, penerapannva harus secara evolusi. Dengan demikian, ia mendapat tantangan dari kelompok ulama yang memimpin al-Azhar yang non reformis sehingga ia sempat beberapa saat dikeluarkan dari perguruan al-Azhar. Akan tetapi, karena memang jiwa reformasin. ya yang menggelora tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun, sehingga ide-ide dan pemik.irannya dapat dimengerti dan dipa­hami orang dan akhirnya ide dan pemikiannya dapat diterima, dan iapun diangkat dan dipanggil kembali ke perguruan al-Azhar.
Syaltut, sebagai pemikir muslim memiliki visi dan misi ke depan yang jauh. Ia tidak melihat Universitas al-Azhar sebagai milik orang Mesir. Akan tetapi merupakan perguruan tinggi Islam milik muslim sedunia. Sistem pendidikan dan pengajaran harus dirubah dan diperbaiki, kalau ingin melihat al-Azhar itu maju dan tidak ditinggalkan zaman. Lalu ketika al-Azhar di bawah kepemimpinannya, ia membenahi sistem pendidikan, metode belajar, penataan lembaga, pendirian fakultas baru, mendirikan lembaga bahasa, lembaga penelitian, pengutusan duta-duta Mesir ke perguruan Islam di luar negeri dan menerima mahasiswa asing dari negeri islam secara teratur dan sistematis.
Syaltut memiliki wawasan berpikir yang luas dan cemerlang, dapat memberikan kontribusi yang banyak dalam bidang hukum khususnya dan pembinaan Berta pengembangan ilmu keislaman pada umumnya.
Jabatan-jabatan yang pernah dipang-kunya memberikan peluang bagin. ya untuk menerapkan ide-idenya. Jabatan-jabatan yang pernah dipercayakan kepadanya adalah :
1.     Penasehat Mu'tamar al-Alam Islami (Konggres Dunia Islam)
2.     Anggota Badan Tertinggi untuk hubungan-hubungan kebu­dayaan dan luar negeri pada Kementerian Pen-didikan dan Pengajaran Mesir.
3.     Ketua Badan Penyelidikan Adat dan Tradisi pada Kementerian Sosial Mesir.
4.     Anggota Badan Tertinggi untuk Bantuan Musim Dingin.
Ia telah memberikan pengaruh yang besar pada perbaikan sistem al­Azhar. Dengan demikian, ia juga telah turut memberi pengaruh terhadap dunia Islam, karena al-Azhar merupakan universitas Islam terbesar di dunia, yang hampir setiap negara Islam atau negara yang penduduknya beragama Islam di dunia ini telah mengirim mahasiswa-mahasiswanya untuk belajar di universitas itu. Mereka tentu saja telah mengenyam sistem pendidikan dan pengajaran yang dipolakan oleh Syaltut itu.
Demikian pula, tulisan-tulisan dan artikel-artikelnya yang beliau saji­kan dalam "majallah al-Azhar” telah mempengaruhi cara berpikir pemikir­pemikir Islam se-dunia. Syaltut mengandalkan perbaikan pada al-Azhar, karena misi al-Azhar itu merupakan garda atau benteng pemikiran Islam yang mendasar secara turun-temurun, yang berkembang dari pemikiran, budaya dan kehidupan Islam yang damai. al-Azhar juga merupakan pusat pendidikan Islam dan pendidikan yang berkaitan dengan bahasa Arab untuk negara-negara yang beragama Islam dan juga orang-orang Arab.12
Syaltut memasukkan pendidikan bahasa asing sebagai materi pelajaran yang dipelajari bagi mahasiswanya. Hal ini dipandang sebagai suatu langkah maju untuk menjadikan al-Azhar memindahkan dan menye­barkan hakikat kebenaran Islam kepada saudaranya yang muslim, yang tidak mengetahui bahasa Arab. Di atas itu semua, sesungguhnya dengan mempelajari bahasa asing itu, akan terjadi pertukaran dalam berkarya dan cara berpikir di al-Azhar, dan bakal membuat mahasiswa mengetahui metodologi modern dalam menyusun buku dan memecahkan problema­problema. Syaltut mengambil perhatian besar dan pengawasan yang ketat dalam pengajaran bahasa asing ini, supaya cita-citanya diterima.13
Hal penting lainnya yang dilakukan Syaltut yang merupakan pembaharuan terhadap al-Azhar adalah menempatkan para mahasiswa asing di asrama-asrama di kampus, agar mereka dapat berbaur dengan mahasiswa Mesir sendiri dan mereka dapat bekerja lebih baik dan teratur. Sebelum itu, para mahasiswa pada umumnya bertempat tingggal di luar kampus.14
Selain itu, Syaltut juga melakukan perbaikan penting dalam proses belajar mengajar. Dahulu, di al-Azhar pengajaran berlangsung dalam masjid. Pengajaran yang berlangsung dalam masjid itu dipindahkan Syaltut ke bangunan-bangunan modern yang bergabung dengan aula dan kelas-kelas belajar dengan menggunakan papan tulis, sesuai dengan perkembangan zaman yang memungkinkan para guru/dosen melak­sanakan tugas mereka dengan cara yang lebih sempurna dan memberikan faedah yang banyak dalam pengajian materi pelajaran.15
Syaltut berpendapat, al-Azhar harus senantiasa menjadi sumber ilmu pengetahuan, penalaran dan penelitian untuk sepanjang zaman dalam mempelajari al-Qur'an dan Fiqh Islam yang memungkinkan manusia memahami masalah Islam. Untuk itulah Syaltut memerintahkan pemin­dahan lembaga Pembacaan alquran ke luar kampus al-Azhar dengan menerapkan rencana pelajaran yang khusus yang dilaksanakan oleh pakar-­pakar pilihan yang mampu memberikan kuliah dengan tema-tema tentang ke-Islaman secara popular yang memungkinkan mahasiswa menuntut ilmu dalam kondisi yang merdeka, tidak terikat dengan waktu, metode yang dipakai dan pelaksanaan ujiannya.16
Syaltut menerapkan pendidikan modern dalam sistem pendidikan al­Azhar, baik untuk mahasiswa yang berasal dari Mesir, maupun mahasiswa yang datang dari luar sebagai duta-duta al-Azhar dari luar negeri.
Pendidikan modern yang dimaksud-kan di sini adalah suatu bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa tidak terlalu terikat dengan text book, akan tetapi mereka memperdalam ilmu mereka melalui diskusi-diskusi kelompok, seminar serta muzakarah di dalam kelompok bidang studi tertentu. Mahasiswa al-Azhar yang datang dari berbagai negeri yang beragama Islam, mereka nantinya diharapkan menjadi duta-duta al-Azhar dalam pengembangan ilmu keislaman di negeri mereka, setelah mereka dibekali dengan berbagai ilmu oleh al­Azhar. Tempat belajar, metode dan materi yang diajarkan diatur dan ditata sedemikian rupa dan disediakan ruang belajar khusus sehingga mereka tidak perlu lagi belajar dalam masjid di atas tikar dan sajadah.17
Kini al-Azhar sebagai universitas Islam bergengsi yang diminati oleh mahasiswa-mahasiswa Islam sedunia, sebab selain adanya fakultas yang mengkhususkan ilmu agama, akan tetapi sudah didirikan berbagai fakultas yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan kaum muslimin pada umurnnya. Pengaruh perkembangan al-Azhar oleh Syaltut telah memberikan pengaruh kepada umat Islam sedunia melalui alumni­-alumninya serta karya-karya mereka yang dapat dibaca, yang sangat mem­berikan dampak positif dalam pola dan cara berpikir muslim sedunia. Pengaruh Syaltut sangat terasa sekali dengan pengembangan al-Azhar itu.
III.   KESIMPULAN
Pikiran-pikiran Syaltut menjadi panutan bagi sebagian besar muslim Mesir dan bahkan kaum muslimin lainnya di negara-negara Islam melalui bacaan-bacaan mereka dari buku-buku yang ditulisnya. Syaltut dianggap seorang mujtahid yang populer, karena ide-idenya dan pemikiran-pemi­kirannya dapat diterima oleh kalangan terbanyak orang-orang Islam,
                        terutama sekali para ilmuwan dari negeri-negeri Islam. Buku-bukunya ditelaah dan diteliti oleh orang-orang di luar Mesir. Pikiran-pikiran Syaltut mereka bahas dan mereka pelajari dan banyak diantara mereka yang menjadikan sosok Syaltut dan pernikiran-pemikirannya sebagai suatu studi banding dan banyak mahasiswa yang mendapatkan gelar magister, bahkan doktor dengan membahas dan meneliti buku-buku dan pemikirannya
Tidak hanya orang Mesir yang memberikan tanggapan dan peng­hargaan terhadap ide dan pen-likiran-pemikirannya, bahkan masyarakat internasional pun mengakui kemampuan ilmiahnya, seperti ketika beliau menguraikan tentang kedudukan hukum pada Kongres Hukum Interna­sional di Den Haag (negeri Belanda), pendapat-pendapatnya diterima dan disambut para pakar dan akademisi. Indonesia, dalam hal ini LAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menghargai kemam-puan ilmiah dan petnikiran­pemikirannya terhadap perkembangan Islam pada umumnya dan ilmu pengetahuan Islam pada khususnya, dengan memberikan gelar doktor honoris causa dalam biding ilmu ushu al-din pada 7 Januari 1961. Wallahu a'lam bi al-shawab!

DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Midhad David, Mahmud Syaltut (1893-1963): A Moslem Reformist, His Life, Work and Religion Thought, Hartfard, Connecticut, 1976.
Al-Azhar Suthfur, Al-Risalah, Maktab, Syekh al-Jami al-Azhar li al-Syuun al-`Ammah, 1959.
al-Mausu'ah al-Arabiyah al-Muyassarah, Kairo, 1965.
Nasution, Harun, et.al.(ed), Ensiklopedi Islam, jilid II, Jakarta: Departemen Agama RI, 1987/1988.
Rahman, Fazlur, Membuka Pintu ljtihad, Terj. dari Islamic Methodology in History oleh Anas Maliyuddin, Bandung: Pustaka, 1984.
Syaltut, Mahmud, al-Fatawa, Cet. III, Kairo: Dar al-Qalam, 1966.
------- , al-Islamu Agidat Syari'at, Kairo: Dar al-Qalam, 1966.
------- , Min Taujihat al-Islam, Kairo: Dar al-Qalam, 1966.
------- , Risalah al-Azhar,al-Risalah   al-Tsaniyah Maktab Syekh Jami' al­Azhar fi al-Syu'un al-`Ammah, 1959.
al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh    al-Islami wa Adillatuh, Beirut: Dar al-Fikr, 1996.

Catatan Akhir:
1adalah kesungguhan ahli hukum Islam dalam menggali dan menyimpulkan hukum-hukum syara (agama) yang furu dari dalil-dalilnya. Yang dimaksudkan dengan dalil-dalil itu adalah al-Qur'an dan al-Hadits sebagai sumber perundang-undangan Islam. Ijtihad, menurut beberapa pemikir kontemporer, seperti Muhammad Iqbal dan Fazlur Rahman, juga merupakan sumber hukum Islam, karena kebenaran itu tidak hanya berasal dart wahyu, melainkan juga dari hasil penalaran rasional manusia. Lihat Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, Terj. dari Islamic Methodology in History oleh Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1984).
2 Kalangan Sunni pada umumnya mengikuti salah sate dari empat madzhab, yakni Maliki, Hanafi, Syafi'i dan Hanbali. Sementara itu, kalangan Syi'ah pada umumnya menganur madzhab Ja'fari (Imam Ja'far al-Shadiq). Madzhab-madzhab fiqh lainnya, seperti Dhahiri (pengikut Abu Daud al-Dhahiri, dan Ibn Hazm al-Andalusi), Ibadhiyah dan Zaidiyyah, eksistensinya tetap diakui, namun realitas pengikutnya dewasa ini tampaknya tidak menonjol. Lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid I, (Bairut: Dar al-Fikr, 1996)
3Al-Mawsu'ah al-'Arabiyah al-Muyassarah, (Kairo: tp, 1965), h.  091 dan Harun Nasution, et. al .(ed), Ensiklopedi Islam, jilid II, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1987/1988), h . 549-550.
4Midhad David Abraham, Mahmud Syaltut (1893-1963): A Moslem Reformist, His Life, work and Religion Thought, Hartfard, Connecticut, 1976, h. 1.
5Al-Mausu'ah al-‘Arabiyyah...             , Loc. cit., dan Harun Nasution et. al. (ed), op. cit., h. 550.
6 Harun Nasution, et .al (ed), Loc. cit.
7 Loc. cit.
8 Syaltut, al-Fatawa, h.354.
9 Ibid. h. 357
10 Ibid., h. 345-347.
11Ibid., h.15-16
12Mahmal Syaltut, Risalah Al-Azhar, Ar-Risalah al-Tsaniyah Maktab Syekh Jimi' al­Azhar fi al-Syuun al-'Ammah, 1959, h.  0-14.
  13 al-Azhar fi Suthur, Al-Risalah, Maktab, Syekh al-Jami al-Azhar li al-Syuun al­'Ammah, 1959, h. 25-26.
  14 Ibid., h. 26.
  15 al-Azhar fi Suthur, op. cit., h. 36-37.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar