I.
PENDAHULUAN
Masalah ekonomi
dari hari ke hari semakin parah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kemiskinan
yang semakin mem-bengkak dan bukannya berkurang. Umat sebagai obejek dan subjek kesejahteraan hidup dalam perekonomian
memiliki peranan penting. Sebagai objek, umat diharapkan dapat mencapai
kesejahteraan lahir dan batin dalam hidupnya. Sebagai subjek, umat pululah yang
harus memikir-kan sistem yang akan diaplikasikan untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Berdasarkan hal
tersebut, beberapa lembaga perekonomian umat yang ada pada zaman Rasulullah
Saw. sebaiknya diterap-kan kembali
meskipun dengan sistem yang berbeda. Salah satu lembaga yang pernah ada pada
zaman Rasulullah Saw. adalah Baitul Maal, yang fungsinya disamping pengumpulan dan pengelolaan, juga pen-distribusian zakat. Pada zaman Rasulullah, pelaksanaan fungsi
zakat di baitul maal dalam bentuk distribusi zakat ini, berhasil
mengurangi tingkat kemiskinan. Setelah melalui beberapa
dekade, lembaga di atas mengalami perkembangan. Saat ini, lem-bangan khusus yang menangani pengum-pulan, pengelolaan, dan distribusi zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ).
BAZ menangani zakat
maal (harta) dan zakat fitrah. Posisi amil zakat
di kelurahan-kelurahan biasanya diambil alih oleh pegawai syara’ masjid kelurahan
setempat. Pengelola zakat fitrah, dalam
hal ini oleh pegawai syara’ masjid
adalah mulai dari tahap pengumpulan, pengelolaan sampai pendistribusian zakat
fitrah.
Dengan adanya pengurus masjid ini, diharapkan pengelolaan
zakat fitrah dapat maksimal dan pendistribusiannya dapat tepat sasaran. Pemahaman parsial mengenai zakat fitrah dalam masyarakat, dapat
berakibat kurang tepatnya pendistribusian zakat fitrah ter-sebut. Dalam
al-Qur’an telah disebutkan siapa saja yang berhak menerima zakat “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mu'alaf),
untuk (membebaskan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewaji-ban
dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 60)
Pendistribusian zakat fitrah kepada
pihak yang tidak termasuk dalam delapan golongan penerima zakat yang telah
dijelaskan dalam al-Qur’an, mungkin saja terjadi. Jika hal ini sampai terjadi,
maka fungsi dan tujuan zakat fitrah tidak akan tepat sasaran. Hal inilah yang
terjadi di masyarakat. Masyarakat cenderung men-distribusikan sendiri zakat
fitrahnya kepada kalangan yang mereka anggap berhak menerima zakat fitrah
tersebut. Padahal dari beberapa kalangan tersebut, ada yang tidak memenuhi
persyaratan. Di lain pihak, masyarakat miskin lainnya hanya mem-peroleh
sebagian kecil zakat fitrah yang sempat terkumpul pada amil zakat di masjid
setempat, sehingga fungsi utama zakat fitrah yakni untuk menghindari adanya
fakir miskin yang kelaparan pada hari raya idul fitri, tidak optimal.
Kelurahan Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidrap sebagai sebuah kelurahan yang penduduknya dominan muslim, di
setiap tahunnya yaitu tepatnya pada bulan ramadhan, mereka membayar zakat
fitrah. Zakat fitrah yang mereka bayarkan diharapkan mampu didistri-busikan
tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan mustahik zakat fitrah di hari
raya idul fitri, sehingga zakat fitrah tersebut dapat memperlihatkan bukti yang
signify-kan.
Berdasarkan
uraian di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah:
1.
Bagaimana pendistribusian zakat fitrah di Kelurahan
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap?
2.
Bagaimana cara
distribusi zakat fitrah di Kelurahan Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidrap?
3.
Bagaimana
tinjauan hukum Islam terhadap pendistribusian zakat dan cara distribusi zakat
fitrah di Kelurahan Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap?
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif
dengan menggunakan pendekatan fenomenologi dan yuridis. Penelitian ini
berlokasi di Kelurahan Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap propinsi Sulawesi Selatan.
Sumber Data dari penelitian ini adalah data primer yaitu masyarakat Kelurahan
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap. Pada penelitian ini, data primer
diperoleh dari responden secara langsung melalui wawancara untuk menun-jang
keakuratan data. Sedangkan sumber data sekunder Peneliti memperoleh data ini
dari buku/literatur, situs internet serta informasi dari beberapa instansi yang
terkait.
Teknik
dan Instrumen Pengumpulan Data terbagi dua yaitu Penelitian Kepusta-kaan (Library Research) dan penelitian
lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari
beberapa literatur kepustakan, menelaah bacaan-bacaan, karya tulis ilmiah dan
media cetak yang terkait dengan masalah yang diteliti. Penulis menempuh dua
cara dalam penelitian kepustakaan ini yaitu kutipan Langsung dan kutipan tidak
langsung.
Sedangkan Penelitian Lapangan (Field Risearch)
Peneliti terlibat langsung di lokasi penelitian untuk mengadakan penelitian dan
memperoleh data-data konkret yang ada hubungannya dengan pembahasan ini. Teknik
perolehan data yang digunakan peneliti adalah: Interview (Wawancara), Observasi
dan Dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data dengan menggunakan
teknik analisis induktif dan deduktif.
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Fitrah
Ditinjau dari
aspek bahasa, kata zakat berarti: tazkiyah artinya suci, tathirun artinya
bersih, namuww artinya tumbuh atau berkembang, barakah artinya
berkah. Nama-nama lain zakat dalam al-Qur’an yaitu shodaqoh (QS.At-Taubah:
103-104), Infaq (QS.Al-Baqarah: 267), al-Haaq (QS. Al-An’am: 141)
dan al-‘afwu (al-A’raf: 199). Menurut Yusuf Qardhawi sebagaiman dikutip
oleh Ahmad Azharuddin, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang yang berhak, di samping berarti mengeluar-kan
jumlah tertentu itu sendiri.
Karena nilainya
yang sangat penting di dalam agama Islam, maka zakat sangat ditekankan dalam
al-Qur’an. Ada 82 ayat yang menyandingkan kata zakat dengan kata shalat. Kewajiban zakat ditetapkan berdasarkan
dalil al-Qur’an, al-Hadis, dan ijma’. Dalil yang berasal dari al-Qur’an antara
lain firman Allah Swt.:
Terjemahnya:
“Ambillah
zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah
untuk mereka. Sesung-guhnya doamu itu (menum-buhkan) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103).
Sedangkan dalil
dari al-hadis antara lain sabda Nabi Saw.:
بُنِيَ
الْاِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اِللهُ وَاَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاِقَامَ الصَّلَاةِ وَاِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجَّ الْبَيْتِ
وَصَوْمُ رَمَضَا نَ .
Artinya:
Islam
dibangun di atas lima pilar: Kesaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, medirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan
puasa Ramadhan.
Zakat fitrah
adalah zakat yang diwajibkan pada akhir puasa ramadhan. Zakat badan yang disebut juga zakat fitrah
merupakan ciri khas umat Islam. Zakat fitrah menurut syara’ adalah zakat
yang dikeluarkan oleh muslim dari sebagian hartanya kepada orang-orang yang
membutuhkan untuk mensucikan jiwanya serta menambal kekurangan yang terdapat
pada puasanya seperti perkataan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya.
Zakat fitrah
ini diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah yaitu tahun diwajibkannya puasa bulan
Ramadhan. Jumhur ulama sepakat bahwa zakat fitrah hukumnya wajib berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra.:
عن ابنِ عمرَ رضيىَ الله
عنهما قال : فَرَ ضَ رَ سُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ زَ كَاةَ
الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ
وَالْحُرِّ وَالذَّ كَرِ وَالْاُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنْ
الْمُسْلِمِيْنَ وَاَمرَبها اَنْتُوَدِّيَ قَبْلَ, خُرُوْجُ النَّاسَ اِلَى
الصَّلَاةِ .
Artinya:
Dari
Ibnu Umar ra., dia berkata: Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu gentang kurma atau
satu gentang gandum atas hamba dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan,
anak-anak dan orang dewasa dari kalangan kaum muslim. Beliau memerintahkan
supaya menge-luarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan
salat.
Menurut Yusuf Qardhawi, ada dua hikmah zakat fitrah.
Pertama, berkenaan dengan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan. Seringkali
orang yang berpuasa itu terjerumus pada perkataan dan perbuatan yang tidak ada
manfaatnya padahal puasa yang sempurna adalah puasa lidah dan anggota tubuh. Orang
yang berpuasa anggota tubuhnya tidak diizinkan melakukan perbuatan-perbuatan
yang dilarang Allah Swt. dan Rasul-Nya. Akan tetapi manusia mempunyai
kelemahan, kadang-kadang ia tidak bisa melepaskan diri dari hal-hal tersebut
sehingga datanglah kewajiban zakat fitrah di akhir bulan Ramadhan untuk
membersihkan kotoran puasanya atau menambah kesempurnaan puasanya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسِ, قَالَ: فَرَ ضَ رّ سُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّا ئِمِ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ مَنْ اَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ
زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ اَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ
الصَّدَقَاتِ.0
Artinya:
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah Saw.
mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang puasa dari perbuatan
sia-sia dan ucapan kotor serta untuk memberi makan bagi orang miskin.
Barangsiapa yang menunaikan zakat sebelum salat maka dia adalah zakat yang
diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah salat maka dia merupakan
suatu sedekah dari beberapa macam sedekah.
Kedua, hikmah zakat fitrah yang berkenaan dengan masyarakat. Zakat fitrah
dapat menumbuhkan rasa kecintaan orang miskin dan orang yang membutuhkannya.1 Karena mereka merasa bahwa
orang kaya masih mempedulikan nasib mereka. Oleh karena itu, menunaikan
kewajiban zakat fitrah bukan hanya memberi bantuan kepada fakir miskin dan
orang lemah namun juga memberi dampak positif bagi diri pemberi zakat berupa
penyucian nilai puasa ramadhannya.
Undang-undang terbaru mengenai pengelolaan zakat adalah Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Menurut
Undang-undang ini, untuk membantu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistri-busian, dan pendayagunaan zakat, masya-rakat
dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Karena fungsinya yang begitu urgen, pengelolaan zakat berupa
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkor-dinasian dalam pengumpulan,
pendistri-busian, dan pendayagunaan zakat, hanya akan berjalan optimal jika dikelola oleh lembaga amil zakat yang
professional dan mampu mengelola zakat secara tepat sasaran.
Menurut Didin Hafidudhin sebagai-mana dikupit oleh Andri Soemitra,
pengelolaan zakat melalui lembaga amil didasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:
1.
Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat.
2.
Menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan
langsung untuk menerima haknya dari muzakki.
3.
Untuk mencapai efisiensi, efektivitas dan sasaran yang tepat dalam
menggunakan harta menurut skala prioritas yang ada di suatu tempat.
4.
Untuk memperlihatkan syiar Islam dan semangat penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang islami.2
Sebaliknya, jika penyelenggaraan zakat itu begitu saja diserahkan kepada
para muzakki, maka nasib dan hak-hak orang miskin dan para mustahik
lainnya terhadap muzakki tidak memperoleh jaminan yang pasti. Tujuan
zakat yang menyeluruh dan mewujudkan keadilan sosial akan sulit terwujud. Ini
dikarenakan distribusi zakat akan tidak merata di kalangan mustahik.
Distribusi hasil pengumpulan zakat untuk mustahik
dilakukan berdasarkan persyaratan:
1.
Hasil pendataan dan penelitian keber-adaan mustahik delapan asnaf.
2.
Mendahulukan orang-orang yang paling tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
3.
Mendahulukan mustahik dalam wilayah-nya masing-masing.3
Hal di atas sesuai dengan UU RI No. 23/2011 Pasal 26: “Pendistribusian
zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 (Zakat wajib didistribusikan kepada
mustahik sesuai dgn al-Quran surah at Taubah ayat: 60), dilakukan berdasarkan
skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilaya-han”.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan
kepada salah seorang yang termasuk dalam golongan yang terhalang untuk mendapat-kan
zakat maal dan orang-orang yang ditanggung nafkahnya.
B.
Distribusi
Zakat Fitrah di Kelurahan Benteng Kec. Baranti Kab. Sidrap
Pengelolaan zakat fitrah, termasuk distribusi zakat fitrah, sangat erat
kaitannya dengan keberadaan badan atau lembaga pengelola zakat. Maka dari itu,
sebelum menjelaskan lebih jauh mengenai distribusi zakat fitrah, terlebih
dahulu peneliti memaparkan keadaan Badan Amil Zakat yang ada di lokasi
penelitian.
1.
Badan Amil Zakat Kelurahan Benteng Kecamatan Baranti
Kecamatan
Baranti sebagai salah satu kecamatan yang ada di Kab. Sidenreng Rappang propinsi Sulawesi Selatan juga mendirikan
Badan Amil Zakat (BAZ) sebagaimana Surat Keputusan Camat Baranti Nomor 15 Tahun
2010 tanggal 15 Januari 2010 tentang Pengurus Badan Pelaksanaan Dewan
Pertimbangan dan Komisi Pengawas dan Pengelolaan Zakat Tingkat Kecamatan
Periode 2010-2013. BAZ Kecamatan Baranti ini bernama BAZCAM Baranti.
BAZCAM Baranti
ini mengelola zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS). BAZCAM Baranti ini terbatas
wilayah pengelolaan zakatnya. Mereka tidak mengelola zakat fitrah. Pengelolaan
zakat fitrah diserahkan kepada pegawai syara’ di setiap masjid yang ada
di wilayahnya. Sebagaimana wawancara peneliti dengan sekretasris BAZCAM Baranti
yang juga menjabat sebagai Kepala KUA Kecamatan Baranti: “Wewenang pengelolaan
zakat fitrah diserahkan saja kepada pegawai syara’ masjid di wilayah
kelurahan/desa setempat. Ini dikarenakan masyarakat berpendapat bahwa BAZCAM
tidak usah mencampuri urusan zakat fitrah masyarakat mau didistribusikan ke
mana karena masyarakat memiliki kebiasaan tersendiri mengenai pendistribusian
zakat fitrah ini. Karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk
mendistribusikan zakat fitrahnya , maka BAZCAM Baranti juga merasa tidak ingin
menyinggung perasaan pegawai syara’ masjid setempat (menghalangi rezeki
pegawai syara’ dari zakat fitrah).”4
Hal ini dibenarkan oleh Imam masjid Nurul Hidayah yang berada di Lingkungan Benteng ia menuturkan:
“Mengenai ke-pengurusan zakat di Lingkungan Benteng ini, khususnya di masjid Nurul Hidayah, amil zakat belum ada.
BAZCAM Baranti juga tidak pernah menerbitkan Surat Keputusan mengenai siapa
yang menjadi amil zakat. Sehingga beberapa periode imam sebelum saya, menerima
dan mendistribusikan sendiri zakat fitrah yang mereka peroleh dari masyarakat. Begitu
pula dengan periode sekarang, imam masjid serta pegawai syara’lah yang
menjadi pengelola zakat fitrah masyarakat.”5
Hal serupa juga disampaikan oleh salah seorang pegawai syara’ masjid
Nurul Ilmi di Lingkungan
Callaccu. “Jika diminta data struktur amil zakat untuk masjid Nurul Ilmi, itu tidak ada. Sampai
saat ini tidak pernah ada penetapan amil zakat dari kecamatan maupun kelurahan
untuk amil zakat di masjid ini. Jadi dua tahun terakhir ini, yang mengurusi
penerimaan zakat fitrah dan pendistribusiannya itu adalah imam masjid, pegawai syara’
serta panitia pembangunan masjid ini.”6
Dari hasil wawancara diatas, maka diketahui bahwa selama ini pihak-pihak
yang menangani zakat fitrah masyarakat Kelurahan Benteng merupakan orang-orang
yang tidak
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat ataupun kurang pengeta-huannya
di bidang pengelolaan zakat. Hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan
terus-menerus tanpa ada langkah untuk mem-perbaikinya.
Keterlibatan masjid
dalam pengelo-laan zakat fitrah sangat dibutuhkan. Hanya saja diperlukan adanya
jaringan kerjasama antara BAZCAM dengan masjid. Jika amil zakat di setiap masjid
tidak tertstruktur dengan baik karena tidak adanya Surat Keputusan atau Surat
Penugasan dari BAZCAM, pengelolaan zakat fitrah juga akan sulit ditangani
dengan baik.
Oleh karena itu,
sebagaimana yang tercamtum dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat disebutkan pada Pasal 16 dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, BAZNAS, BAZNAS propinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat mem-bentuk
UPZ (Unit Pengumpul Zakat) pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, per-usahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau
nama lainnya, dan tempat lainnya, maka peneliti berpendapat bahwa dengan adanya
undang-undang ini, sudah cukup menjadi modal untuk bisa mengorganisir
pelaksanaan zakat fitrah, dengan membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) di
setiap masjid di kelurahan/ desa, termasuk di Kelurahan Benteng.
Penyerahan kewenangan dengan jalur koordinasi yang baik anatara BAZCAM kepada
masjid-masjid dalam hal pengu-rusan zakat fitrah merupakan bentuk kelembagaan masjid
lainnya yang sangat baik, mengingat organisasi kelembagaan masjid dapat menjadi
corong pengeras suara sistem komunikasi massa untuk sosialisasi pelaksanaan
kewajiban zakat fitrah. Apalagi masjid merupakan kelem-bagaan umat yang paling
dekat dengan komunitas muslim.
Dengan susunan yang sedemikian rupa, masjid akan menjadi tulang punggung
pendataan, pengumpulan dan pendistri-busian zakat fitrah, untuk kemudian
ditransfer ke BAZ Kecamatan, kemudian ditransfer lagi ke BAZ Daerah dan begitu
seterusnya sampai ke BAZ Nasional. Dengan begitu, BAZ Kecamatan akan dengan
mudah memetakan kecamatannya sendiri, kemudian propinsi dan terakhir nasional.
Jika jaringan organisasi yang mentrasfer data pihak surplus dan defisit muslim
secara baik maka tentunya paling tidak Pemerintah Indonesia akan dengan mudah melihat peta kantong-kantong kemiskinan
di Indonesia berikut potensi kelompok surplus.
a.
Pendayagunaan dana zakat yang terkum-pul bisa dilakukan dengan lembaga
amil terdekat yang berkoordinasi dengan masjid sebagai institusi peribadatan
resmi umat Islam.
b.
Karena zakat fitrah terlaksana tiap tahun, maka data yang ditransfer
berikut pendanaannya akan mengalami per-ubahan (up-dating) setiap
tahunnya. Dengan begitu pemantauan dapat dilaksanakan dengan mudah oleh pusat.7
2.
Distribusi Zakat Fitrah di Kelurahan Benteng
Distribusi zakat fitrah di Kelurahan Benteng erat
kaitannya dengan keberadaan masjid di wilayah ini. Setiap masjid memiliki imam
dan pegawai syara’ ter-sendiri. untuk wilayah Kelurahan Benteng ada lima
masjid, yaitu:
a.
Masjid Nurul Hidayah di
Lingkungan Benteng.
b.
Masjid Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqa di Ponpes Lingkungan
Benteng.
c.
Masjid Nurul Ilmi di
Lingkungan Callaccu.
d.
Masjid al-Amin
Muhammadiyah di Lingkungan Callaccu.
e.
Masjid an-Nur di
Lingkungan Callaccu.
Selanjutnya peneliti akan
membahas mengenai masjid-masjid yang menjadi pusat pendataan, pengumpulan dan
pen-distribusian zakat fitrah di Kelurahan Benteng. ada dua masjid yang menjadi
pusat pengelolaan zakat fitrah yaitu masjid Nurul Hidayah di Lingkungan Benteng dan masjid Nurul Ilmi di Lingkungan Callaccu.
a.
Masjid Nurul Hidayah di
Lingkungan Benteng.
Masjid Nurul Hidayah
merupakan satu-satunya masjid yang ada di wilayah Lingkungan Benteng. Masjid
ini memiliki cakupan jama’ah yang cukup luas. Masjid ini memiliki seorang imam
dan empat orang pegawai syara’. Mereka adalah: M. Hasbi (Imam Masjid), M.
Tahir, Bahar Bennu, Drs. H. Lakalebbi,dan La Sulle’
Mengenai pengurusan zakat fitrah di masjid ini, sebagimana penuturan imam
masjid: “Karena Surat Tugas dari BAZCAM Baranti maupun dari Kantor Kelurahan
belum ada maka pembayaran zakat fitrah masyarakat masih mengikuti
kebiasaan-kebiasaan lama seperti mem-bayar zakat fitrah lagsung kepada imam dan
pegawai syara’ masjid, sejak saya menjadi imam masjid Nurul Hidayah, saya sadar bahwa
kebiasaan-kebiasaan lama tersebut harus ditindaklanjuti. Berangkat dari kesa-daran
itu, maka saya berinisiatif untuk menghimbau masyarakat agar mengumpul dan
membayar zakat fitrahnya di masjid ini.”8
Menanggapi inisiatif imam masjid tadi yang menjadikan masjid sebagai
pusat pengelolaan zakat fitrah masyarakat, sekretaris BAZCAM Baranti memberikan
apresiasi yang tinggi. “Alhamdulillah jika ada masjid di wilayah Kecamatan
Baranti ini yang memberlakukan masjid sebagai pusat pengelolaan zakat fitrah.
Semoga imam dan pegawai syara’ lainnya dapat meneladani apa yang
diaplikasikan di masjid Nurul Hidayah
Benteng ini.”9
Mengenai tata cara pelaksanaan pengumpulan zakat fitrah masyarakat di
bulan Ramadhan di masjid Nurul Hidayah
Benteng, imam masjid dan pegawai syara’ menginformasikan pada
malam salat sunnah tarwih dilaksanakan agar masyara-kat membayar zakat fitrah
pada satu minggu terakhir bulan Ramadhan di masjid. Hal ini untuk memudahkan
pengelolaan dan pendataan zakat fitrah sebelum didistri-busikan. Sekalipun imam
dan pegawai syara’ masjid telah meng-informasikan bahwa pengumpulan
zakat fitrah berpusat di masjid, namun beberapa masyarakat memilih untuk
membayar zakat fitrahnya sebagaimana kebiasaan-kebiasaan mereka dahulu. Mereka
membayar zakat fitrahnya dengan mendistribusikan sendiri zakat fitrah tersebut
kepada orang-orang yang mereka anggap lebih berhak menerimanya.
Ini tidak dapat dipungkiri dan sangat sulit berubah di dalam tatanan
masyarakat karena ini sudah menjadi kebiasaan turun temurun. Hal ini disebabkan
karena dulu, pengelolaan zakat fitrah tidak ada yang mengorganisir. Jadi
sepenuhnya dibebaskan kepada masyarakat, kepada siapa zakat fitrahnya akan
didistribusikan. Menanggapi hal ini, imam masjid hanya memaklumi cara
pembayaran zakat fitrah masyarakat tersebut. “Kami hanya menghimbau masyarakat
untuk mengumpulkan zakat fitrahnya di masjid ini. Adapun jika masih ada
masyarakat yang mendistribusikan zakat fitrahnya tidak di masjid, kami tidak
dapat memaksakan kepada mereka karena masyarakat di sini hanya mengikuti
kebiasaan masyarakat dahulu.”0
Ada beberapa kalangan yang menjadi sasaran
distribusi langsung zakat fitrah masyarakat ini, anataranya:
1). Tetangga yang Fakir Miskin. Tingkat kepekaan
sosial masyarakat Kelurahan Benteng masih tinggi kepada tetangga yang fakir
miskin. Jadi ketika melihat ada tetangga fakir miskin, beberapa masyarakat
lebih memilih mendistribusi-kan langsung zakat fitrahnya ke sana. Namun
sebelumnya, mereka membawa zakat fitrahnya itu ke imam masjid untuk didoakan
agar zakat fitrahnya itu diterima di sisi Allah Swt.
2). Imam Masjid dan Pegawai Syara’. Imam masjid
dan pegawai syara’ juga menjadi sasaran distribusi langsung zakat fitrah
masyarakat. Cara pendistribusiannya yaitu masyarakat ke rumah imam masjid dan pegawai
syara’untuk membayar zakat fitrahnya. Imam masjid dan pegawai syara’menerima
zakat fitrah itu. Cara ini juga merupakan kebiasaan masyarakat sebelum
dijadikannya masjid sebagai pusat pengelolaan zakat fitrah.
Ada beberapa macam imam masjid dan pegawai syara’
masjid bila dipandang dari segi ini. Ada imam masjid dan pegawai syara’
yang mengumpulkan ke masjid zakat fitrah yang diperolehnya dari pembayaran
zakat fitrah masyarakat di rumahnya. Hal ini dilakukan karena mereka tetap memegang
komitmen atas apa yang telah mereka instrusikan kepada masyarakat. Dan mereka
juga menyadari sepenuhnya bahwa zakat fitrah itu diperuntukkan bukan hanya
untuk mereka sebagai amil zakat.
Ada juga pegawai syara’ yang tidak
mengumpulkan ke masjid zakat fitrah hasil distribusi langsung masyarakat yang
ter-kumpul di rumahnya. Mereka beranggapan bahwa zakat fitrah itu memang
diperuntuk-kan buat mereka oleh karena itu zakat fitrah tersebut adalah haknya.
Zakat fitrah hasil distribusi langsung masyarakat mereka timbun saja di rumah
mereka.
Ada kalanya pegawai syara’ ini
mendistribusikan kumpulan hasil zakat fitrah tersebut namun hanya pada tataran
keluarga dekat mereka seperti anak, saudara, dan keluarga dekat lainnya baik
tergolong mampu atau kurang mampu. Itupun zakat fitrah yang didistribusikan-nya
sangat terbatas jumlahnya. Sedang-kan tetangga yang lebih membutuhkan, mereka
tidak mendistribusikan zakat fitrah itu kepada mereka. Jadi unsur nepotisme
dalam pendistribusian zakat fitrah masih berlaku.
3). Guru Ngaji. Masyarakat juga mendistri-busikan
langsung zakat fitrahnya kepada guru ngaji. Ini dilakukan oleh masyara-kat yang
anaknya sedang mengaji di guru ngajinya. Pendistribusian langsung zakat fitrah
kepada guru ngaji dilakukan masyarakat sejak anaknya mulai mengaji hingga
tamat. Adapula beberapa masya-rakat yang masih tetap mendistribusikan langsung
zakat fitrahnya kepada guru ngaji anak tersebut meski anak tersebut sudah tamat
ngaji namun belum menikah. Diantara guru ngaji ini, ada beberapa yang tergolong
mampu.
4). Dukun Anak. Dukun anak juga menjadi sasaran distribusi
langsung zakat fitrah masyarakat Lingkungan Benteng. Masyarakat berangggapan
bahwa anak yang baru lahir itu belum lunas fitrahnya (leppe’ pittara)
sehingga anak ini zakta fitrahnya mesti diberikan kepada dukun anaknya. Sama
halnya dengan masyara-kat yang memiliki anak dan belum mengaji. Zakat fitrah
anak mereka akan didistribusikan langsung kepada dukun anak yang bersangkutan.
Ada beberapa dukun anak yang menjadi sasaran distri-busi langsung zakat fitrah
masyarakat memiliki tarap kehidupan yang mapan, bahkan lebih mapan kehidupannya
dibandingkan masyarakat yang men-distribusikan langsung zakat fitrah kepadanya.
5). Menyerahkan di Pesantren. Kelurahan Benteng
merupakan satu-satunya ke-lurahan/desa di Kecamatan Baranti yang memiliki
pondok pesantren. Jumlah santrinya pun cukup banyak. Santrinya bukan hanya dari
siswa Kelurahan Benteng namun juga dari berbagai daerah. Salah seorang pegawai syara’
masjid Nurul Hidayah juga
menjadi pengelola dan guru di pondok pesantren ini. Menanggapi cara masyarakat
Kelurahan Benteng dalam mendistri-busikan zakat fitrahnya, beliau juga
menambahkan informasi: “Sekalipun masyarakat telah dihimbau untuk mengumpulkan
zakat fitrahnya di masjid, namun beberapa masyarakat Lingkungan Benteng datang
ke pondok pesantren ini untuk mendistribusikan zakat fitrahnya. Banyak juga
masyarakat luar daerah yang datang membayar zaakat fitrahnya di pondok
pesantren ini. Santri-santri di sini juga membayar zakat fitrahnya di sini.
Adapun pengelolaan zakat fitrah yang terkumpul yaitu dikelola oleh dapur umum
pondok pesantren.”1
Dari penuturan salah seorang pegawai syara’
di atas, diketahui pula bahwa masyarakat Lingkungan Benteng selain
mendistribusikan langsung zakat fitrahnya kepada tetangga yang fakir miskin,
imam masjid, pegawai syara’, guru ngaji, dan dukun anak, mereka juga
mendistribusikan langsung zakat fitrahnya di pondok pesantren untuk dikelola
oleh pihak pondok pesantren.
b.
Masjid Nurul Ilmi di
Lingkungan Callaccu.
Pengelolaan zakat fitrah di masjid ini tidak jauh
berbeda dengan pengelolaan zakat fitrah di masjid Nurul Hidayah Benteng. Perbedaan itu sebagaimana dijelaskan oleh
pegawai syara’masjid di sana. “Amil Zakat untuk masjid ini belum ada
yang ditunjuk oleh BAZCAM Baranti ataupun pihak Kelurahan. Jadi selama dua
tahun terkahir ini, yang bertugas untuk mengumpulkan, mendata dan mendistri-busikan
zakat fitrah adalah panitia pem-bangunan masjid bekerjasama dengan imam masjid
dan pegawai syara’. Termsuk saya dan Pak Fuad selaku imam senior saya.”2
Jadi perbedaan pengelolaan zakat fitrah di masjid Nurul Hidayah Benteng dengan masjid Nurul Ilmi Callaccu yaitu dari
segi pengelolanya. Jika di mesjdi Nurul Hidayah Benteng pengelola zakat
fitrahnya dari kalangan imam masjid dan pegawai syara’saja, maka untuk masjid
Nurul Ilmi Callaccu, pegelola
zakat fitrahnya adalah dari kalangan panitia pembangunan masjid, imam masjid
dan pegawai syara’.
Sama halnya di masjid Nurul
Hidayah Benteng, sekalipun masyarakat telah dihimbau untuk
mengumpulkan zakat fitrahnya ke masjid, namun masih banyak masyarakat memilih
mendistribusikan langsung zakat fitrahnya kepada orang-orang yang mereka anggap
berhak menerimanya. Ada juga masyarakat yang membawa ke masjid dulu zakat
fitahnya untuk didoakan oleh imam masjid. Setelah itu dia ke rumah guru ngaji
anaknya untuk mendistribusikannya kepada guru ngaji. Meskipun ini terjadi di
depan mata pengelola zakat fitrah di masjid, namun mereka tidak mampu untuk
mencegahnya karena mereka juga sadar bahwa hal ini sudah menjadi kebiasaan
masyarakat.
Pengumpulan zakat fitrah di masjid Nurul
Ilmi Callaccu biasanya diinformasi-kan pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan. Data nama-nama muzakki zakat fitrah tidak dicatat oleh
pengelola zakat fitrah. Hanya data nama-nama mustahik saja yang dicatat.
Itu pun dicatat dalam catatan kecil saja dan setelah zakat fitrah
didistribusikan kepada mustahik tersebut, catatan itu tidak diarsipkan.
Mengenai jenis zakat fitrah yang terkumpul, ada
masyarakat yang mengum-pulkan zakat fitrah berupa beras dan ada yang dalam
bentuk uang tunai. Hal ini sesuai dengan keterangan pegawai syara’ masjid:
“Kebanyakan masyarakat di sini membayar zakat fitrahnya dengan beras dari pada
uang. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat bugis, mengumpulkan beras sebagai
zakat fitrah sudah menjadi tradisi. Apalagi mereka beranggapan zakat fitrah itu
merupakan makanan. Kadang pula masyarakat mencampurkan zakat fitrah mereka
antara beras dan uang.”3 Untuk
bulan Ramadhan tahun ini jumlah zakat fitrah yang terkumpul dalam bentuk beras
sebanyak enam kuintal. Sedangkan zakat fitrah berupa uang tunai yang terkumpul
kurang lebih Rp 2.000.000.
C. Tatacara distribusi zakt fitrah di kelurahan
Benteng
1. Mesjid
Nurul hidayah Benteng
Setelah membahas mengenai berbagai cara distribusi langsung zakat fitrah
masyarakat Lingkungan Benteng selain di masjid, peneliti akan membahas megenai
tata cara distribusi zakat fitrah masyarakat yang sempat terkumpul di masjid Nurul Hidayah Benteng. Adapun
zakat fitrah yang terkumpul di masjid akan didistribusikan kepada muztahik
yang terdata oleh imam masjid. Jenis zakat fitrah masyarakat yang terkumpul
berupa beras dan uang.
Peneliti tidak mampu memaparkan jumlah muzakki dan muztahik zakat
fitrah di masjid Nurul Hidayah Benteng
karena imam masjid dan pegawai syara’ di sana tidak menyimpan catatan
data muzakki dan mustahik zakat fitrah. Bahkan jumlah zakat yang
berupa beras dan uang pun tidak diarsipkan datanya. Hal ini dikarenakan tidak
adanya struktur organisasi resmi pengelola zakat fitrah di masjid ini, jadi
imam masjid dan pegawai syara’yang selaku pengelola hanya membuat
catatan yang bersifat sementara mengenai data-data pengelolaan zakat fitrah
ini.
Beberapa golongan masyarakat yang menjadi mustahik zakat fitrah di
masyarakat Lingkungan Benteng adalah fakir, miskin, janda-janda, anak yatim
serta imam masjid dan pegawai syara’ selaku amil. Data yang diperoleh
mengenai jumlah total zakat fitrah masyarakat Lingkungan Benteng yang terkumpul
dimasjid Nurul Hidayah Benteng
bulan Ramadhan 1433 Hijriah lalu adalah beras sebanyak lima kuintal dan uang
tunai sebesar Rp 2.300.000. Zakat fitrah ini kemudian didistribusikan kepada muztahik
yang telah terdata. Pendistribusian ini berlangsung satu hari sebelum hari
raya idul fitri.
Tata cara pendistribusian zakat fitrah oleh imam masjid yaitu dengan
membagi rata zakat fitrah berupa beras kepada setiap mustahik. Untuk
zakat fitrah berupa beras, setiap mutahik diberi lima liter per kepala
keluarga. Imam masjid dan pegawai syara’ bersama-sama membungkus dalam
kantong plastik zakat fitrah yang akan diserahkan kepada mustahik dengan
jumlah takaran yang sama. Setelah itu, imam masjid dan pegawai syara’mendistribusikan
zakat fitrah ini ke rumah mustahik dengan bantuan anak-anak sekolah.
Jadi bukanlah mustahik ini yang diminta datang ke masjid untuk mengambil
jatah zakat fitrahnya. Anak-anak sekolah inilah yang nantinya akan membawa
zakat fitrah ini ke rumah mustahik yang terdata. Jadi bukan imam masjid
dan pegawai syara’ yang langsung mendistribusikan zakat fitrah ke
rumah-rumah mustahik dan bukan pula mustahik ini yang dimohon
datang ke masjid untuk mengambil jatah zakat fitrahnya.
Adapun zakat fitrah yang terkumpul berupa uang, seluruhnya dibagi rata
pada antara imam masjid dengan pegawai syara’. Jadi bagi pegawai syara’
yang telah menerima distribusi langsung zakat fitrah dari masyarakat di
rumanya, masih juga mendapat jatah distribusi zakat fitrah berupa uang yang
terkumpul di masjid tempat dia sebagai pegawai syara’. Hal ini karena
mereka ikut membantu pengelolaan zakat fitrah di masjid dan merasa bahwa uang
itu adalah uang kesejahteraan mereka.
1.
Masjid Nurul Ilmi di
Lingkungan Callaccu.
Untuk takaran jatah zakat fitrah bagi setiap mustahik, pengelola
mengikuti aturan bahwa pendistribusian zakat fitrah kepada mustahik
tergantung dari tingkat kebutuhan dan kondisi ekonomi mustahik tersebut.
Takaran zakat fitrah berupa beras biasanya didistribusika mulai dari lima liter,
tujuh liter hingga sepuluh liter per kepala keluarga. Untuk pendistribusian
zakat fitrah yang berupa uang, dibagikan sebanyak Rp 50.000 per kepala
keluarga.
Jika masyarakat tidak terlambat membayar zakat fitrahnya di masjid, maka
pengelola zakat fitrah akan mendistri-busikannya kepada mustahik yang
telah terdata satu hari sebelum hari raya idul fitri. Namun jika ada mustahik
yang baru diketahui setelah salat idul fitri bahwa dia belum mendapat
pembagian zakat fitrah dari masjid, maka zakat fitrah itu baru didistribusikan
kepada mereka setelah salat idul fitri. Namun jika tidak ada kendala seperti di
atas, pengelola zakat fitrah mengupayakan pendistribusian kepada masyarakat
dapat selesai sebelum hari raya idul fitri.
Cara pendistribusian zakat fitrah yang terkumpul di masjid ini adalah
dengan cara memanggil mustahik tersebut melalui tetangganya agar mereka
mengambil jatah zakat fitrahnya di masjid. Namun jika ada mustahik yang
tidak sempat datang, maka panitia pembangunan masjidlah yang juga selaku
pengelolan zakat fitrah yang mengantarkan zakat fitrah itu ke rumah mustahik.
Untuk pengelola zakat fitrah juga diberi bagian zakat fitrah karena
mereka tidak digaji oleh pemerintah. Oleh karena itu zakat fitrah inilah yang
dijadikan sebagai upah mereka. Zakat fitrah ini juga didistribusikan sebelum
hari raya idul fitri. Jadi zakat fitrah yang tersisa setelah didistribusikan
kepada mustahik selain pengelola zakat tadi, maka itulah yang dibagi
rata kepada pengelola zakat fitrah ini.
D. Distribusi
Zakat Fitrah dan tatacara distribusi zakat fitrah di Kelurahan Benteng Kec.
Baranti Kabupaten Sidrap dalam Tinjauan Hukum Islam
Sebagaimana penjelasan pada pem-bahasan sebelumnya mengenai tata cara pendistribusian
zakat fitrah di Kelurahan Benteng yang secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Distribusi langsung masyarakat terhadap zakat
fitrahnya kepada orang-orang yang mereka anggap berhak menerimanya.
2. Distribusi zakat fitrah kepada mustahik oleh
amil zakat dalam hal ini imam masjid dan panitia pembangunan masjid.
Untuk lebih memahami mengenai kedua bentuk pendistribusian zakat di atas,
maka berikut ini akan dipaparkan tinjauan hukum Islam terhadap tata cara
tersebut.
1.
Distribusi langsung masyarakat terhadap zakat fitrahnya kepada
orang-orang yang mereka anggap berhak menerimanya.
Masyarakat mendistribusikan lang-sung zakat
fitrahnya kepada tetangga yang fakir miskin, guru ngaji, dukun anak, imam masjid,
pegawai syara’dan di pesantren. sekalipun telah ada himbauan untuk
mengumpulkan zakat fitrah di masjid. Kebiasaan inilah yang diterapkan masyara-kat
sejak dulu. Ditambah lagi karena pengelola zakat beberapa dekade ini tidak
memberikan arahan atau penjelasan kepada masya-rakat mengenai kepada siapa
seharusnya zakat fitrah itu didistribusikan serta urgensi zakat fitrah
diserahkan kepada amil zakat. Sosialisasi mengenai zakat fitrah melalui media
dakwah sangat jarang dilakukan bahkan jika pernah pun, belum dikaji hingga ke
akar-akarnya. Pengawasan terhadap pengelo-laannya pun tidak ada.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kurang berpengaruhnya himbauan dari amil
zakat dipengaruhi oleh ketidak-jelasan struktur amil zakat yang ada di
Kelurahan Benteng. Padahal telah nyata dalam al-Qur’an: “Ambillah
zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103)4
Surah at-Taubah: 103 ini menjelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput)
dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk
kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik).
Karena itu, Rasulullah Saw. pernah mempekerjakan seorang pemuda dari suku Asad,
yang bernama Ibnu Lutaibah, untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim. Pernah
pula mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat. Muaz bin
Jabal pernah diutus Rasulullah Saw. pergi ke Yaman, di samping bertugas sebagai
da’i (menjelaskan ajaran Islam secara umum), juga mempunyai tugas khusus
menjadi amil zakat. Demikian pula yang dilakukan oleh khulafaur rasyidin
sesudahnya, mereka selalu mempunyai petugas khusus yang mengatur masalah zakat,
baik pengambilan maupun pendistribusiannya. Diambilnya zakat dari muzakki melalui
amil zakat untuk kemudian disalurkan kepada mustahik, menunjukkan bahwa
zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal kedermawanan, tetapi juga 25
Terlebih lagi pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat telah
memiliki kekuatan hukum dengan adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat sebagai perubahan atas Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat. Semua landasan hukum ini sudah sangat cukup untuk
membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di Kelurahan Benteng.
Menyalurkan
zakat fitrah secara langsung memang sah ditinjau dari hukum syari’ah, tetapi
menyalurkan zakat fitrah melalui lembaga pengelola zakat akan jauh lebih
efektif dari pada menyalurkannya secara orang perorang. Sebagaimana pendapat
fuqaha, antaranya mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali dan Ahmad yang ber-pendapat
bahwa sah-sah saja mengeluarkan sendiri zakat kepada orang-orang yang berhak
menerimanya, akan tetapi mazhab-mazhab ini juga tidak menyanggah bahwa
pemerintah memiliki hak untuk mengambil zakat, berdasarkan Surah at-Taubah ayat
103. Karena mengingat bahwa membayar-kan secara langsung zakat fitrah oleh muzakki
kepada mustahik dapat menim-bulkan beberepa kemungkinan yang bisa
terjadi jika dibandingkan dengan menyalur-kan zakat kepada lembaga pengelola
zakat, yaitu antaranya:
1.
Berkurangnya jumlah zakat fitrah yang terkumpul.
2.
Resiko tidak tepat sasarannya zakat fitrah ini kemungkinan besar terjadi
karena masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai perihal
zakat fitrah.
3.
Bertumpuknya pembayaran zakat fitrah pada beberapa golongan saja. Hal ini
dapat menyebabkan ketidakmerataan dan keadilan pemanfaatan zakat fitrah. Hal
ini dikarenakan tidak ada pengelolaan yang memadai.
4.
Munculnya rasa rendah diri segelintir orang yang menjadi sasaran
distribusi langsung zakat fitrah.
5.
Kecemburuan sosial antar masyarakat mustahik yang satu dengan
mustahik yang lain.
6.
Memberi peluang amil zakat untuk berlaku tidak jujur dan amanah,
karena ada masyarakat yang mendistribusikan langsung zakat fitrahnya di rumah
amil.
Jika zakat
fitrah diserahkan secara langsung dari muzakki kepada mustahik, meskipun
secara hukum syari’ah adalah sah, akan tetapi disamping akan munculnya hal-hal
tersebut di atas, juga hikmah dan fungsi zakat, terutama yang berkaitan dengan
keadilan distributif dan kesejah-teraan umat secara umum, akan sulit
diwujudkan.
Sosialisasi yang dilakukan baik pemerintah ataupun UPZ sangat dibutuh-kan.
Sosialisasi ini dapat dalam bentuk kerjasama dengan imam masjid dan pegawai syara’.
Karena memang masjid merupakan corong informasi yang sangat dekat dengan umat
Islam terutama di wilayah kelurahan/desa. Ada indikasi dalam masyarakat bahwa
masyarakat tidak mengumpulkan zakat fitrahnya di masjid sebagaimana himbauan
imam masjid karena tidak adanya transparansi pengelolaan zakat fitrah dari amil
zakat yang saat ini bertugas. Hal ini juga dipacu oleh tidak adanya wadah yang
dapat dijadikan tempat untuk mempertanggungjawabkan dana zakat fitrah yang
terkumpul. Jadi dengan diben-tuknya UPZ di setiap kelurahan atau masjid oleh
pemerintah Kecamatan atau Kelurahan, diharapkan proses pelaporan penggunaan
dana zakat fitrah dapat terarah dan terlaksana dengan baik. Catatan tentang
pemasukan dan pengeluaran zakat fitrah harus bersifat terbuka, malah perlu
dipasang di papan tulis sehingga setiap orang dapat segera mengetahuinya.
Dengan pengorganisasian dan admi-nistrasi zakat yang teratur dan
transparan, diharapkan dapat memacu tumbuhnya kepercayaan umat terhadap lembaga
atau kepengurusan zakat fitrah yang bersang-kutan. Dan pada gilirannya hal itu
akan meningkatkan gairah umat untuk menu-naikan ibadah zakat fitrah. Dengan
demikian jumlah masyarakat yang mem-bayarkan zakat fitrahnya di masjid dapat
bertambah, ini berarti jatah zakat fitrah untuk mustahik dapat bertambah
pula. Diharapkan dengan terbentuknya UPZ dengan sosialisasinya kedepan akan
meminimalkan cara distribusi langsung zakat fitrah masyarakat kepada mustahik.
Begitupun sebaliknya, diharapkan mustahik yang selama ini menerima
distribusi zakat fitrah masyarakat juga ikut tersadarkan untuk tidak lagi
menerima distribusi zakat fitrah, ataupun menerimanya namun tetap
mengumpulkannya kembali UPZ yang telah dibentuk.
Jadi jika selama ini masyarakat banyak yang mendistribusikan langsung
zakat fitrahnya bukanlah sepenuhnya salah mereka, karena memang selama ini
belum ada himbauan yang sifatnya memaksa, mengikat dan berkekuatan hukum dari
pemerintah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa distribusi zakat fitrah oleh
masya-rakat langsung secara pribadi kepada dukun anak dan guru ngaji yang
memiliki kehi-dupan sejahtera bahkan sangat sejahterah adalah bertentangan
dengan hukum Islam. Sekiranya dukun anak dan guru ngaji yang menjadi sasaran
disrtibusi langsung zakat fitrah memiliki tingkat kehidupan yang tidak atau
kurang sejahterah, hal ini bisa saja dibenarkan dalam hukum Islam. Mengenai
tinjauan hukum Islam terhadap imam masjid dan pegawai syara’ yang
menerima distribusi langsung zakat fitrah masyarakat di rumahnya dan mendistri-busikan
zakat fitrah yang terkumpul di rumanya hanya sebatas pada keluarganya saja
dengan jumlah zakat fitrah yang didistribusikannya sangat sedikit, padahal
mereka selaku imam pastilah memahami dengan baik perihal zakat fitrah dan
seharusnya menjadi contoh teladan bagi masyarakat, kita kembalikan kepada
syarat-syarat amil zakat.
2.
Tatacara distribusi zakat fitrah kepada mustahik oleh amil zakat
dalam hal ini imam masjid, pegawai syara’ dan panitia pembangunan masjid.
Tatacara distribusi zakat fitrah masyarakat Kelurahan Benteng ditinjau
dari cara penyalurannya kepada mustahik, yaitu:
a.
Amil zakat yang mendistribusikan zakat fitrah ke rumah-rumah mustahik yang
terdata.
b.
Amil zakat meminta tolong orang lain (kepada anak sekolah) untuk
mengantar jatah zakat fitrah mustahik ke rumah setiap mustahik.
c.
Amil zakat mengundang mustahik untuk datang ke masjid mengambil
jatah zakat fitrahnya.
d.
Amil zakat langsung menambahkan jumlah zakat fitrah muzakki yang
terdata sebagai mustahik saat mereka membayar zakat fitrahnya di masjid.
Distribusi zakat fitrah lebih baik dengan
terang-terangan sekiranya hal ini dapat menjadi contoh yang menarik, sehingga
akan banyak orang atau lembaga zakat di wilayah lain yang ikut mendistri-busikan
zakatnya. Distribusi dengan terang-terangan ini juga bisa menghindari ketidak-percayaan
masyarakat terhadap pelaksanaan amanah pengumpulan zakat fitrah masya-rakat. Akan
tetapi jika distribusi itu dirahasiakan atau disembunyikan agar tidak nampak
bagi masyarakat ramai maka akan lebih baik juga agar si mustahik tidak
merasa direndahkan derajatnya. Sebagai-mana Allah Swt. berfirman: Terjemahnya:
“Jika
kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu
menyembunyikannya dan mem-berikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih
baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah
Maha Teliti apa yang kamu kerjakan. (QS al-Baqarah: 271)6
Ayat lain juga menjelaskan hal tersebut, yaitu: Terjemahnya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan
penerima)….(QS al-Baqarah: 264)7
Jadi yang ditekankan di sini adalah menjaga muzakki dari sifat riya sekaligus
menjaga perasaan rendah diri mustahik.
Adapun cara distribusi zakat fitrah masyarakat Kelurahan Benteng ditinjau
dari waktu pelaksanaan distribusinya, yaitu:
a.
Zakat fitrah yang terkumpul diusahakan didistribusikan sebelum hari raya
idul fitri, pendistribusian ini dilakukan sehari sebelum hari raya Idul Fitri.
b.
Bagi mustahik yang terlambat didata, bagian zakat fitrah untuknya
diserahkan sesegera mungkin setelah salat idul fitri dilaksanakan.
Waktu pendistribusian zakat fitrah sesuai dengan
ketentuan waktu yang telah disepakati pengelola zakat merupakan hal yang sangat
baik karena dapat memper-mudah proses distribusi. Ini memberikan kesempatan
kepada mustahik untuk menge-lola zakat fitrah tersebut untuk mencukupi
kebutuhannya di hari raya idul fitri. Mengingat tujuan zakat fitrah yaitu:
28 اَعْنُوْ هُمْ عَنْ
طَوَافِ هَذَا اليَوْمِ
Artinya:
Cukupkanlah mereka agar mereka tidak meminta-minta
pada hari ini.
Mengenai amil zakat yang menye-gerakan pendistribusian zakat fitrah bagi mustahik
yang terlambat terdata merupakan upaya yang cepat tanggap. Namun, kedepannya
dengan terstrukturnya UPZ, diharapkan pendataan mustahik dapat dilakukan
dengan teliti dan menyeluruh sehingga data-data dapat rampung sebelum salat
Idul Fitri agar zakat fitrah ini dapat dinikmati di hari raya dan
menggembirakan mustahik.
Adapun cara distribusi zakat fitrah masyarakat Kelurahan Benteng ditinjau
dari jumlah takaran jatah bagi setiap kepala keluarga mustahik, yaitu:
a. Jatah zakat fitrah sama untuk setiap mustahik.
b.
Jatah zakat fitrah disesuaikan dengan kebutuhan setiap mustahik.
Pendapat fuqaha terhadapa cara pendistribusian seperti di atas antara
lain mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat boleh memberikan zakat kepada
masing-masing orang fakir dan miskin sebesar keperluan yang dapat memenuhi ke-butuhannya. Jadi
mazhab Syafi’i dan Hanbali tidak mematok hukum wajib untuk
menyamaratakan pada semua sasaran yang ada. Pendistribusian zakat fitrah dengan takaran yang berbeda bagi setiap
mustahik mencerminkan usaha untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Pendapat Abu Hanifah dan Malik bahwasanya ayat yang menjelaskan orang
yang berhak menerima zakat tidak mem-berikan batasan kadar ukuran yang harus
diberikan kepada setiap orang yang ter-masuk kelompok delapan. Hal yang lebih diutamakan adalah kemaslahatan.9 adi cara
distribusi zakat fitrah di Kelurahan Benteng yang berbeda takarannya, lebih
banyak maslahatnya jika zakat fitrah itu didistri-busikan dengan takaran yang
berbeda untuk mustahik disesuaikan dengan kebutuhan mustahiknya.
Terhadap imam masjid dan pegawai syara’ yang selaku amil zakat
namun mereka tidak mendistribusikan kepada mustahik dana zakat yang
berupa uang tunai malah membagi habis uang zakat fitrah tersebut antar amil
zakat, Allah Swt. berfirmandalam al-Qur’an: “Sungguh, Allah menyuruhmu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…, (QS an-Nisa: 58)0
Besarnya zakat yang diberikan kepada amil zakat, menurut kesepakatan
fuqaha, sesuai dengan kerja yang telah dilakukannya, atau sebesar biaya
transfor-tasi, keperluan administrasi, konsumsi dan biaya lainnya yang mereka
butuhkan selama mengurusi zakat. Akan tetapi, mazhab Hanafi memberikan catatan
tambahan bahwa bagian zakat amil zakat hendaknya tidak melebihi setengah dari
bagian zakat yang telah dipungutnya.
Amil zakat itu juga harus melakukan tugas-tugas keamilan dengan
sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas
tersebut. Jika hanya di akhir bulan Ramadhan saja (biasanya hanya untuk
pengumpulan zakat fitrah saja), maka seyogyanya para petugas ini mendapatkan
bagian zakat sekadarnya saja untuk keperluan administrasi, ataupun konsumsi
yang mereka butuhkan, biaya trasnfortasi maupun biaya-biaya yang dibutuhkan
untuk melaksanakan tugasnya.
Jika terjadi dalam praktek bahwa bagian amil zakat lebih besar daripada
bagian mustahik lainnya, namun tidak disokong oleh kinerja yang maksimal
untuk pengelolaan dana zakat fitrah, maka hal tersebut tidak dianggap amanah dan
bertentangan dengan hukum Islam. karena salah satu syarat amil zakat adalah
jujur, dapat dipercaya, karena nanti akan dipercaya untuk memegang harta kaum
muslim. Sifat amanah dan jujur akan menarik rezki dan kemudahan, sebaliknya
sifat khianat dan tidak dapat dipercaya, akan menyebabkan kefakiran dan
kesulitan. Kelancaran pengelolaan zakat fitrah, mulai dari pendataan,
pengumpulan, peng-administrasian, dan pendistribusiannya sangat dipengaruhi oleh sehatnya
Unit Pengumpul Zakat
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesim-pulan sebagai
berikut:
1.
Pendistribusian zakat fitrah pada masyarakat Kelurahan Benteng Kecama-tan Baranti
Kabupaten Sidrap masih didominasi oleh cara-cara tradisional yang menjadi
kebiasaan masyarakat setempat, seperti mendistribusikan lang-sung zakat
fitrahnya kepada tetangga yang fakir miskin, imam masjid, pegawai syara’, guru
ngaji, dukun anak, dan menyerahkan di Pesantren. Hal ini disebabkan belum
terbentuknya Unit Pengumpul Zakat di wilayah ini.
2.
Tatacara pendistribusian zakat fitrah yang terkumpul di masjid-masjid
Kelu-rahan Benteng akan didistribusikan oleh pengelola zakat kepada mustahik
seperti fakir miskin, janda-janda, anak yatim, dan lanjut usia, baik dengan
takaran yang sama maupun berbeda. Waktu pendistribusiannya dilaksanakan sehari
sebelum hari raya Idul Fitri, atau jika ada mustahik yang lambat terdata, maka
jatah zakat fitrah untuknya diberikan sesegera mungkin setelah pelaksanaan
salat idul fitri. Khusus untuk pengelola zakat, bagian zakat fitrah yang mereka
peroleh adalah zakat fitrah yang terkumpul dalam bentuk uang tunai dengan cara
dibagi habis sesuai jumlah pengelola yang ada.
3.
Menyalurkan
zakat fitrah secara lang-sung
memang benar ditinjau dari hukum syari’ah, tetapi menyalurkan zakat fitrah melalui
lembaga pengelola zakat akan jauh lebih efektif dari pada menyalur-kannya
secara orang perorang. Ini demi menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk yang
akan timbul jika menyalur-kan zakat fitrah secara langsung dari muzakki kepada
mustahik.
Pendistribusian zakat fitrah dengan takaran yang
berbeda bagi setiap mustahik sesuai dengan kebutuhannya mencerminkan
usaha untuk mencukupi kebutuhan mereka. Penetapan waktu oleh pengelola untuk
pendistribusiannya, seperti satu hari sebelum hari raya idul fitri, merupakan
hal yang baik dan dapat mempermudah kinerja pengelola. Begitu pula dengan
penyegeraan pemberian zakat fitrah bagi mustahik yang lambat terdata.
Mengenai amil zakat, jika bagian zakat fitrah amil zakat lebih besar dari pada
setengah dari zakat fitrah yang terkumpul, namun tidak didukung oleh kinerja
yang maksimal untuk pengelo-laan dana zakat fitrah, maka hal tersebut tidak
dianggap amanah dan bertentangan dengan hukum Islam. Sama halnya
pendistribusian zakat fitrah langsung secara individu kepada dukun anak dan
guru ngaji yang memiliki kehidupan yang sejahterah bahkan sangat sejahterah
adalah bertentangan dengan hukum Islam.
B. Saran
1.
Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sangat perlu untuk dibentuk di Kelurahan
ataupun di setiap masjid di Kelurahan. Selanjutnya, selektifitas dalam memilih
pengelola UPZ dengan memperhatikan syarat-syarat amil zakat yang baik harus
diaplikasikan agar pengelolaann zakat, terkhusus pendistribusiannya, sesuai
dengan hukum Islam.
2. Kepercayaan masyarakat terhadap pengelola zakat
harus dapat ditumbuhan dengan transparansi dan akuntabilitas dana zakat
sehingga semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk menunai-kan zakat pada
Unit Pengumpul Zakat. Di samping itu, sosialisasi zakat secara komprehensip
yang berkaitan dengan hukum, hikmah, tujuan dan lainnya harus dilakukan. Dengan
langkah ini, diharapkan masyarakat dapat meng-aplikasikan penunaian zakat sebagai-mana diatur
dalam hukum Islam.
Catatan Akhir: