Kamis, 22 Januari 2015

DINAMIKA HUKUM ISLAM DAN AKTUALISASI TEORI-TEORI BERLAKUNYA HUKUM ISLAM DI INDONESIA

DINAMIKA HUKUM ISLAM DAN AKTUALISASI TEORI-TEORI
BERLAKUNYA HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Muh. Haras Rasyid
Universitas Islan Negeri (UIN) Alauddin Makassar
DPK. Universitas Islam Makassar (UIM)
Abstract: This paper titled dynamics of Islamic law and actualization theories of Islamic law in Indonesia. Main problems is how the dynamic development of Islamic law in Indonesia? in solving the problem briefly used methods, such as the study begins with the collection of data from multiple reference literature then written to the qualitative analysis through several approaches such as historical approach, sociological and juridical. Found that the development of Islamic law is very dynamic and competitive since the entry of Islam in Indonesia. Though Islamic law under challenge but it still can grow and synergize with Islamic laws that exist in Indonesia such as customary law and Western law. Of the dynamics, appeared several theories enactment of Islamic law such as the theory of The Creed of Islam, Reception in Complexu theory, Receptie theory and Exit theory. These theories are recorded in the history of Islamic law in the colonial period and the early days of independence. Attention to the meaning and legal basis of these theories in the development of Islamic law from time to time, these theories still exist, and can be actualized in the middle of coaching and the implementation of Islamic law in Indonesia, because it has a strong philosophical foundation and the real sociological foundation. Just depends on the willingness and ability of the people of Islam.
 Kata Kunci: Dynamics, actualization, theories, Islamic law



I.     PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan hadis adalah sumber pokok dalam ajaran Islam. Keduanya mengandung aturan-aturan yang menjadi pedoman dalam berpikir dan berperilaku bagi umat Islam. Aturan-aturan yang termaktub dalam kedua dasar atau sumber pokok tersebut kemudian populer disebut dengan istilah hukum Islam. Para ulama mengkaji dan menjabarkannya melalui ijtihad mereka, sehingga melahirkan rumusan-rumusan yang berkenaan dengan persoalan hukum yang disebut fiqih.
Istilah Syariat Islam, hukum Islam dan fiqih,1 diketahui terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut dinilai tidak substansi, sebab ketiga istilah itu tetap kembali kepada landasan Al-Quran dan hadis. Dengan dasar itu, sehingga di Indonesia khususnya meng-gunakan istilah “hukum Islam”2 terhadap hukum yang bersumber dari syariat Islam dan hukum yang bersumber dari fiqih.
Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah mayoritas beragama Islam. Seseorang yang mengaku dirinya Islam, idealnya adalah mempraktikkan seluruh hukum-hukum yang adalah ajaran Islam, namun kenyataannya tidak demikian. Penyebabnya sederhana dan nyata, antara lain yaitu: selain tingkat keimanan umat Islam tidak seragam atau bertingkat-tingkat juga kondisi kehidupan masyarakat Indonesia yang dihuni oleh berbagai macam golongan, ras dan agama.
Untuk mengaktualkan dan member-lakukan hukum Islam secara kaffah bagi pemeluknya, maka para pemikir hukum Islam merumuskan bebarapa teori ber-lakunya hukum Islam.3 Teori-teori ini dirumuskan dengan tujuan dapat menjadi acuan dan landasan berpikir tentang bagaimana mengaktualkan hukum Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tulisan ini bukan hanya menge-tengahkan bagaimana mengaktualkan hukum Islam, tetapi lebih menekankan bagaimana mengaktualisasikan teori-teori tersebut dan membuat teori-teori baru yang digunakan dalam rangka menegakkan dan memberlakukan hukum Islam. Persoalan-nya adalah, teori-teori tersebut saat ini kalau tidak bisa dikatakan usang ditelan masa. Minimal dikatakan tidak memiliki nilai yang signifikan dan tidak secara formal dijadikan landasan yuridis dan landasan sosiologi dalam produk-produk hukum, bahkan hukum Islam sekalipun, sehingga tampak teori-teori terkesan hanya terbaca dalam catatan sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia dan terlihat dan serius dalam forum-forum diskusi ilmiah.
II.  PEMBAHASAN
A.    Dinamika Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
Pasang surut hukum Islam di Indonesia adalah sebuah dinamika yang sangat mungkin terjadi. Di samping di-pengaruhi oleh kondisi masyarakat Indonesia sendiri, juga tidak lepas dari peran penjajah, baik Hindia Belanda mau-pun Jepang. Kondisi masyarakat Indonesia jauh sebelum kemerdekaan atau pada zaman kerajaan-kerajaan (sebelum kera-jaan-kerajaan Islam), masyarakat Indonesia sudah menganut kepercayaan dan memiliki hukum yang mengatur kehidupannya.4 Demikian pula saat penjajah masuk di Indonesia (setelah lebih dahulu agama Islam masuk di Indonesia) juga membawa kepercayaan atau agama yang disebarkan di sebahagian wilayah Indonesia.
Masyarakat Indonesia yang sudah menganut kepercayaan selain Islam, tentu tidak akan begitu saja menerima hukum Islam untuk mengatur kehidupannya, bahkan lebih dari itu mereka menentang keberadaan hukum Islam. Utamanya Kolonial Belanda, dengan kekuasaannya memiliki tujuan-tujuan tertentu untuk mempersempit ruang gerak berlakunya hukum Islam. Bahkan tidak segan-segan mempengaruhi sebahagian masyarakat Indonesia untuk tidak menerima hukum Islam sebagai hukum yang berlaku di Indonesia.
Pada akhirnya hukum Islam bisa berpengaruh dan semakin eksis dalam mengambil peran seiring melemahnya kedudukan hukum Hindia Belanda yang berwujud dalam hukum perdata dan apa yang berasal dari Indonesia asli. Lebih dari itu hukum Islam memperdalam pengaruh-nya kepada sendi-sendi kehidupan masya-rakat Indonesia. Meskipun hukum Islam tidak dapat menyingkirkan hukum asli Indonesia, namun pengaruh hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan masyara-kat telah berhasil mengambil kedudukan yang tetap bagi pemeluk-pemeluknya, terutama di dalam hukum kekeluargaan atau perkawinan.5
Dinamika hukum Islam mulai mema-suki era baru setelah Indonesia menprok-lamirkan kemerdekaannya. Pengambil alihan kekuasaan, diakui secara umum terjadi perubahan, tetapi berkaitan dengan tata peradilan agama, belum dapat dilaku-kan oleh pemerintahan baru. Pemerintahan pasca kemerdekaan sibuk melakukan pem-benahan tata kelola birokrasi. Demikian juga bangsa Indonesia kembali ke per-juangan fisik untuk menghadapi agresi kedua Belanda. Penundaan penataan peradilan dan segala yang berkaitan dengan hukum Islam, dapat dipahami sebab adanya ketentuan peraturan peralihan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut dapat dilihat dalam masalah perkawinan yang masih diatur dalam bebarapa per-aturan menurut golongannya.6
Pada era selanjutnya, hukum Islam tampak lebih eksis dengan lahirnya ber-bagai macam peraturan perundang-undangan. Pada masa itu lahir Undang-undang RI. Tentang kehakiman, yang di dalamnya tercantum keberadaan Peradilan Agama sejajar dengan Peradilan-peradilan yang lain di Indonesia. Lahir pula Undang-undang RI. No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-undang RI No. 7 Tahun 1989 yang disempurnakan dengan Undang-undang RI No.3 Tahun 2006.
 Kemudian pada tahapan-tahapan selanjutnya sampai sekarang, telah banyak produk-produk hukum yang bersumber dari hukum Islam, baik yang berkaitan dengan aspek perkawinan maupun aspek yang lain, misalnya lahir Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang tentang Zakat, Wakaf dan yang berkaitan dengan ekonomi syari’ah.7
Melalui teori-teori berlakunya hukum Islam, keberadaan hukum Islam di Indonesia dari waktu ke-waktu mengalami hal yang dinamis. Hal itu dapat dicapai bukanlah tanpa perjuangan umat Islam, sebab apa yang telah di utarakan sebelumynya bahawa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan plural, bukan hanya satu suku dan satu agama (agama Islam), tetapi banyak suku, banyak agama dan kepercayaa dalam wilayah nusantara yang luas, yang tentu memiliki kepentingan yang berbeda-beda, sehingga apa yang dicapai di era sekarang adalah sesuatu yang memadai. Namun, sekalipun demikian bukan berarti berhenti mem-perjuangkan tegak-berlakunya hukum Islam, baik lewat saluran struktural maupun kultural Islam melalui teori-teori ber-lakunya hukum Islam.
B.   Sekitar Teori-Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia
Seiring dengan masuknya agama Islam di Indonesia, hukum Islam berkembang dari satu wilayah ke wilayah yang lain jauh sebelum penjajah masuk di Indonesia. Hukum Islam dianut oleh masyarakat sesuai dengan apa yang terkandung dalam Alquran, hadis dan pendapat para ulama. Semua itu disam-paikan dan disebarkan oleh para pembawa agama Islam dengan mempertimbangkan kondisi obyektif masyarakat Indonesia.
Dalam pemberlakuan dan penyebaran hukum Islam tidak dengan cara pemaksaan dan kekerasan. Dengan damai hukum Islam mudah diterima, baik secara kultural mau-pun struktural. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya berbagai lembaga keagamaan Islam, seperti: masjid, langgar, surau, madrasah, pesantren dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penye-lesaian perkara hukum bagi umat Islam.8
Pemberlakuan hukum Islam didasar-kan pada sebuah ikrar ketika seseorang menyatakan dirinya memeluk agama Islam dengan mengucapkan dua kalimah syaha-dat. Ketika seseorang mengucapkan syahadatain, maka saat itu pula dia menyatakan dirinya meyakini kebenaran dan bersedia mengamalkan seluruh hukum-hukum yang ada dalam ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan ibadah mahdah maupun gayru mahdah.
Keterikatan seseorang terhadap hukum Islam yang dilandasi dengan syahadatain, para ahli hukum Islam menjadikannya sebagai salah satu teori dalam pemberlakuan hukum Islam, yang disebut teori syahadat.9 Teori ini sangat ideal dalam menjamin eksistensi dan prospek hukum Islam di Indonesia. Sebab untuk mengamalkan dan menjaga eksistensi hukum Islam, aspek aqidah yang kuat bagi pemeluknya adalah pilar yang utama, selanjutnya pada aspek-aspek yang lain.
Awal keberadaan hukum Islam di Indonesia, sebelumnya sudah ada tatanan-tatanan yang dipatuhi oleh masyarakat, kemudian tatanan itu disebut hukum adat.10 Tentu saja tatanan-tatanan tersebut, meskipun tidak menjadi penghambat dalam pemberlakuan hukum Islam, tetapi setidak-nya menjadi pertimbangan logis ketika hukum Islam itu diberlakukan. Sebab jika tidak demikian, maka akan menimbulkan kesan pemaksaan dalam memberlakukan hukum Islam.
Saat penjajah Belanda masuk di Indonesia, tatanan atau adat yang menjadi aturan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, menjadi dasar bagi penjajah untuk membatasi ruang gerak pember-lakuan hukum Islam. Hal tersebut dibukti-kanya dengan melahirkan teori Receptio in Complexu.11 Sepintas tidak ada masalah dalam pemberlakuan hukum Islam. Namun jika dibandingkan dengan teori syahadat, tampak adanya pengurangan nilai hukum Islam, menimal dari sisi keterikatan umat Islam terhadap hukum Islam.
Hukum Islam semakin mendapat tantangan, ketika penjajah Belanda mem-berlakukan teori Receptie.12 Memperhatikan teori ini dengan mengkorelasikan posisi umat dan hukum Islam waktu itu, teori ini bukan sekedar tantangan, tetapi jelas mengurangi keberadaan dan penegakan hukum Islam di Indonesia. Sebab bukan saja hukum Islam dibatasi pember-lakuannya pada pemeluk agama lain, tetapi terhadap pemeluk agama Islam pun dibatasi pemberlakuannya.
Setelah Indonesia merdeka, muncul tori exit (keluar).Teori ini menghendaki teori receptive tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan jiwa UUD 1945.13 Teori exit mengandung makna bahwa semua hukum yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 yang mengayomi semua hukum-hukum agama yang ada di Indonesia, khususnya agama Islam. Tidak seperti politik teori receptive yang bertujuan mengkebiri pemberlakuan hukum Islam.
Kelanjutan dari teori exit lahir teori Receptie a Contrario.14 Sesudah teori yang kontra dengan teori receptie tersebut muncul teori Recoin (Recetio Contextual nterpretario).15 Munculnya teori-teori ini, memberi petunjuk bahwa hukum Islam pasca kemerdekaan semakin eksis, baik dilihat dari sudut filosofis, sosiologis maupun yuridis. Demikian pula hukum Islam mempunyai kedudukan sebagai bahagian integral dari hukum nasional yang berfungsi sebagai penyaring dan salah satu sumber dari unsur pembangunan hukum nasional.16 Hal tersebut dibuktikan dengan lahirnya berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kepentingan umat Islam.
C.    Pentingnya Aktualisasi Teori-Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia
Berlakunya hukum Islam di Indonesia adalah sebuah realitas yang tak dapat diingkari. Hal tersebut terjadi, karena sangat berkaitan dengan eksistensi agama Islam. Agama Islam bukanlah agama yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hablun minallah), tetapi agama Islam juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (hablun minannas) dan hubungan manusia kepada semua makhluk. Itulah sebabnya ketika agama Islam masuk di Indonesia dan dianut oleh sebahagian besar masyarakat Indonesia, dengan sendirinya hukum Islampun diberlakukan.
Keberadaan teori-teori berlakunya hukum Islam sudah tercatat dalam sejarah pemberlakuan hukum Islam di Indonesia. Walaupun teori tersebut sebagai tesa dan anti tesa dari pergumulan antara pemikir hukum Islam di kalangan umat Islam, tetapi setidaknya teori-teori tersebut dapat menjadi acuan dalam memberlakukan hukum Islam, baik masa lalu maupun sekarang dan yang akan datang. Namun saat ini teori-teori tersebut hanya berada pada wilayah perdebatan ilmiah tentang perkembangan hukum Islam di Indonesia. Dalam arti, kurang mendapat perhatian untuk mendapatkan posisi strategi sebagai sebuah teori dalam pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia. Hal tersebut terbukti dalam setiap produk undang-undang yang berkaitan dengan hukum Islam, teori-teori berlakunya hukum Islam tersebut, tidak dijadikan sebagai sebuah pertimbangan formal lahirnya produk hukum Islam.
Aktualisasi teori-teori berlakunya hukum Islam adalah sebuah keniscayaan dan akan diterima semua pihak. Sebab teori-teori berlakunya hukum Islam dapat menjadi landasan teoritis dan memberikan petunjuk yang jelas dalam pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia. Bukan saja umat Islam yang diuntungkan, tetapi seluruh bangsa Indonesia yang bhineka tunggal ika akan mengambil manfaatnya.
Sepintas teori ini terkesan akan menguntungkan umat Islam saja, karena merupakan teori yang lahir dari suasana keinginan batin umat Islam untuk memberlakukan hukum Islam di Indonesia. Tetapi pada hakikatnya, tidak akan ber-inplikasi negatif, bahkan akan berinplikasi positif  dan akan mengayomi semua pihak, semua golongan, semua suku dan agama di Republik Indonesia ini.
Misalnya teori syahadat, memper-hatikan nama dan sejarah lahirnya rumusan teori ini sudah dipastikan adalah produk hukum Islam. Muatan dari teori ini adalah selain untuk memperkuat akidah umat Islam, juga menekankan kepada umat Islam yang sudah berikrar memeluk agama Islam agar menerapkan hukum-hukum Islam dalam semua aspek kehidupannya sebagai konsekwensi logis dari yang telah diikrar-kan.17 Demikian pula ketika teori ini dirumuskan oleh para pemikir hukum Islam, tidak ada dalam catatan sejarah yang membuktikan bahwa teori ini lahir adalah untuk memojokkan umat-umat lain di Indonesia. Kalaupun keinginan menerapkan hukum Islam kajiannya lebih mnggema atau banyak dibicarakan dibanding hukum-hukum selain hukum Islam, hal itu adalah sebuah realitas sebab negeri ini mayoritas penduduknya beragama Islam.
Aktualisasi teori syahadat, justru dapat menumbuhkan toleransi antar umat beragama di Indonesia. Sebab nuansa yang terbaca dalam teori syahadat ini, meng-isyaratkan dan menyuarakan kepada umat-umat lain utnuk menegakkan mengamalkan ajarannya dengan baik sesuai dengan keyakinannya dalam bingkai Negara Republik Indonesi. Olehnya itu, teori syahadat akan memberikan jaminan kepada semua pihak untuk menjaga umatnya dan menjaga hukum-hukum yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia.
Kemudian Teori Receptie in Conplexu; Teori ini menekankan bahwa hukum Islam berlaku buat warga negara yang beragama Islam. Terdapat pihak yang menganggap bahwa lahirnya teori ini adalah kerugian umat Islam dibandingkan dengan teori syahadat, sebab membatasi berlakunya hukum Islam hanya kepada umat Islam saja. Hal itu dapat menjadi kerugian jika teori syahadat dimaknai bahwa hukum Islam berlaku secara mutlak pada seluruh masyarakat Indonesia. Padahal sesungguhnya tidak demikian maknanya. Pemahaman ini dapat didasarkan pada piagam Jakarta yang dihilangkan tujuh kata,18 kemudian dituangkan dalam pem-bukaan UUD 1945. Berangkat dari kesadaran berbangsa umat Islam meng-hilangkan tujuh kata tersebut, sudah membuktikan toleransi umat Islam hukum-hukum lain di Negeri ini. Sekiranyapun ada keinginan agar umat-umat lain meng-gunakan hukum Islam dalam kehidupannya, hal itu tentu bukan dengan jalan pemaksaan.
Aktualisasi teori berlakunya hukum Islam, tentu didasarkan kepada kemajmu-kan bangsa Indonesia. Bahkan dalam sejarah masuknya agama Islam di Indonesia disadari sudah ada keragaman agama yang tentu sudah memiliki tatanan atau aturan yang berlaku buat umat mereka. Eksistensi Teori Receptie in Conplexu, jika hal itu dapat diaktualisasikan dengan baik dan dilaksanakan secara istiqamah bagi semua umat Islam, maka hal itu adalah sesuatu yang sangat bernilai bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Selanjutnya Teori Receptie; Teori ini adalah teori yang gencar ditentang dan ditolak oleh kalangan umat Islam khususnya para pakar hukum Islam di Indonesia, sampai disebutkan bahwa teori ini adalah teori Iblis.19 Teori ini merumuskan bahwa hukum Islam berlaku apabila disahkan oleh hukum adat. Memperhatikan rumusan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda ini, sangat merugikan umat Islam. Sebab dengan rumusan itu, hukum Islam dibatasi bahkan dilarang berlaku secara bebas di suatu tempat di Indonesia, meskipun ditempat itu terdapat penduduk yang beragama Islam.
Pesoalannya adalah tidak adakah sisi positif yang dimuat dalam teori Receptie ini ? Jawabannya dapat dianalisis pendapat Imam Syafi’i dengan Qawl Qadim dan Qawl Jadid-nya. Dengan ijtihadnya, beliau merumuskan hukum Islam dengan mem-pertimbangkan budaya/adat masyarakat. Begitu juga Ibn Qayyim dalil qaidahnya, bahwa hukum bisa berubah dengan berubahnya waktu, tempat dan keadaan.20 Dalam sejarah diutarakan, bahwa agama Islam cepat berkembang di wilayah nusantara Indonesia, karena para ulama tidak dengan serta-merta menolak dan melarang semua adat dan tradisi yang sudah ada. Teori ulama dan data sejarah
tersebut, memberi inspirasi, kearifan lokal atau adat setempat sangat menjadi pertimbangan dalam merumuskan hukum yang berlaku di masyarakat. Tentu saja dalam konteks ini, bukan berarti hukum Islam harus tunduk kepada adat, tetapi adalah penghargaan kepada kenyataan setempat. Sebab dalam politik hukum, baik hukum umum maupun hukum Islam pemberlakuannya tidak harus secara radikal dan memaksakan tanpa pertimbangan kondisi.
Pada lapangan ijtihad dalam mem-berlakukan hukum Islam diberikan kebe-basan untuk berinopasi dan berekspresi berdasarkan Al-Qur’an dan hadis dalam rangka kemaslahatan umat. Kehadiran teori Receptie adalah menjadi tantangan. Apakah teori ini positif atau negatif tergantung bagaimana umat Islam menyikapinya. Walaupun pencetusnya sudah tidak ada, periodenya sudah berlalu dan teori ini tersimpan dalam catatan sejarah per-kembangan hukum Islam di Indonesia, tapi dapat memberi pelajaran bahwa hukum Islam bisa diberlakukan dengan kerja keras menggali hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan hadis. Kemudian menunjuk-kan kemampuan dan keunggulan hukum Islam kepada pihak-pihak yang senang dan tidak senang berlakunya hukum Islam dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain, dengan tidak menafikan secara total tradisi yang ada.
Apa yang tertera dalam rumusan teori Receptie dengan kata disahkan menunjukan kekuatan adat setempat, dan hal itu tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Sebab pada saat sebelum Indonesia merdeka, yang sangat kuat adalah adat. Namun ber-putarnya waktu dan bergantinya kekuasaan dari pemerintahan Hindia Belanda ke pemerintahan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia, teori itu tidak berlangsung lama dan digantikan oleh teori-teori lain sesudah-nya. Dengan demikian, teori Recptie dapat diaktualisasikan dengan mengambil muatan positifnya.
Teori Receptie Exit; Teori ini dikem-bangkan oleh Hazairin, yang menyatakan bahwa hukum agama di bidang hukum perdata dan pidana diserap menjadi hukum nasional. Mengamati teori ini, memberi petunjuk bahwa teori-teori yang di-ketengahkan di atas adalah saling mendu-kung. Mendukung teori syahadat, sebab menginginkan semua hukum yang ada dalam agama Islam bisa berlaku dan harus dipatuhi secara nasional, mendukung teori Receptie in Complexu, sebab semua agama membuat hukumnya sendiri menjadi hukum positif dan berlaku bagi pemeluknya masing-masing. Mendukung teori Receptie, sebab dalam teori sosiologi
hukum mengatakan bahwa hukum dibuat dari rakyat untuk rakyat. Olehnya itu, hukum-hukum adat yang berlaku dalam masyarakat dapat menjadi pertimbangan untuk menjadi hukum nasional, dan dapat dipatuhi secara nasional.
Teori-teori yang dikemukakan di atas adalah sebahagian dari teori-teori yang melingkari dinamika perkembangan hukum Islam di Indonesia. Keempat teori ber-lakunya hukum Islam yang di kemukakan adalah dapat dijadikan dasar acuan bagaimana perjuangan hukum Islam. Sebab pada periode lahirnya teori-teori tersebut, hukum Islam banyak mendapat tantangan, baik sebelum kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan.
Pada prinsipnya, teori-teori berlaku-nya hukum Islam yang ada dalam sejarah pemberlakuan hukum Islam, baik yang didasarkan pada realitas perkembangan hukum Islam pada masa awal masuknya Islam di Indonesia, masa kerajaan-kerajaan Islam, masa kolonial, masa kemerdekaan, masa orde lama, orde baru, masa reformasi maupun masa yang akan datang, tetap bisa diaktualisasikan. Namun, tentu saja diper-lukan komitmen umat Islam secara umum dan kemauan dan kemampuan para pemikir hukum Islam untuk mengaktualisasikan hukum Islam di tengah-tengah derasnya persoalan-persoalan kemanusiaan yang muncul kini dan yang akan datang. Wallahu a’lam.
III.   KESIMPULAN
1.    Perkembangan hukum Islam di Indonesia, sangat dinamis. Hal tersebut terlihat sejaknya masuknya Islam di Indonesia dengan ketaatan umat Islam menjalankan syariat Islam dan sampai saat ini sudah banyak produk-produk hukum Islam yang menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum yang dihadapi mereka, seperti masalah perkawinan dan ekonomi.
2.    Di tengah-tengah perkembangan hukum Islam tersebut, yang menarik di dalamnya adalah munculnya teori-teori yang mewarnai berlakunya hukum Islam. Teori-teori tersebut, antara lain teori syahadat, teori Receptio in Complexu, teori Receptie dan teori Receptie Exit. Teori-teori ini sangat penting, karena di samping dapat diketahui bagaimana politik hukum yang dijalankan oleh penjajah juga dapat diketahu bagaimana eksistensi dan realitas hukum Islam dalam masyarakat Indonesia umumnya dan umat Islam khususnya.
3.    Persoalannya kemudian adalah aktuali-sasi teori-teori tersebut. Memperhatikan perjalanan dan dinamika perkembangan hukum Islam di Indonesia, teori-teori tersebut masih aktual dan dapat diaktualisasikan, bahkan lebih lanjut masih sangat mungkin munculnya teori-teori yang lain. Dengan alasan bahwa hukum Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan hadis “selalu sesuai dengan tempat waktu dan keadaan”. Prinsip pokok hukum Islam ini, menjadikan hukuk Islam diyakini tetap dinamis dan selalu dapat menjawab berbagai masalah. Menjawab berbagai masalah tentu didasarkan pada teori-teori berlakunya hukum Islam yang sudah ada dan teori-teori baru sesuai dengan realitas dan masalah yang dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.
Ali, H. Mohammad. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
Bisri, Cik Hasan. Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 2004.
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, Jakarta: Tintamas, 1982.
Muchsin, H.. Masa Depan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: IBLM, 2004.
Nurdin, H. Amir dan Azhari Kamil Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih UU N0.1/1974 Sampai KHI, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Qayyim, Ibn. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin, Bairut: Dar al-Fikr, t. th.
Samin, Sabri. Pidana Islam dalam Politik Hukum Indonesia Eklektisisme dan Pandangan Non Muslim, Jakarta: Kholam Publishing, 2008.
As- Shiddieqy. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1971.
Arso, Sostroatmodjo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Supriyadi, Dedi. Sejarah Hukum Islam (Dari Kawasan Jazirah Arab Sampai Indonesia), Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007.
Syaukani, Imam,. Rekonstruksi Epistemologi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Thalib, Sajuti. Receptio A. Contrario, Hubungan Hukum Adat dengan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1985.
Usman, Suparman. Hukum Islam Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.

Catatan Akhir:
1Lihat, Penjelasannya H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). h. 42.
2Dalam Studi hukum Islam, di Indonesia sering kali dijumpai istilah hukum Islam, syariah dan fiqih serta beberapa istilah teknis lainnya. Istilah hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia sebagai terjemahan al-fiqh al-Islāmy atau dalam konteks tertentu dari al-syari’ah al-Islamy. Istilah ini dalam wacana ahli hukum Barat disebut Islamic Law. Dalam Al-Qur’an dan hadis istilah al-hukm al-Islam tidak ditemukan, tetapi yang digunakan ialah kata syari’at, selanjutnya dalam penjabarannya lahir istilah fiqh. Lihat, Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998), h. 3
3Teori-teori tersebut antara lain: teori syahadat, teori Receptio In Complexu, teori Receptie dan teori Recptie Exit. Lihat, selengkapnya Imam Syaukani, Rekontstruksi Epistemologi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 67-79.
4Hazairin mengungkapkan salah satu bukti adanya politik hukum pada zaman Airlangga yang terdapat diprasasti pada batu dinding candi-candi mengenai peradilan yang waktu itu dipegang oleh Raja sendiri. Demikian juga pada zaman Hayam Wuruk yang terkenal dengan Kerajaan Majapahit. Di samping itu, raja, penghulu atau kepala suku dalam kesatuan masyarakat waktu itu menjalankan peradilan di banyak wilayah di Indonesia. Lihat, Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional (Jakarta: Tintamas, 1982), h. 6.
5Lihat, TM. Hasbi As-shiddieqy, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), h. 12.
6Lihat selengkapnya, Arso Sostroatmodjo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 15-18.
7Lihat selengkapnya, Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 51-52
8Lihat H. Muchsin, Masa Depan Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: IBLM, 2004), h. 27.
9Teori syahadat disebut juga teori kredo, yaitu teori yang mengharuskan pelaksanaan hukum Islam bagi pemeluknya sebagai konsekwensi dari pengucapan syahadatain. Lihat Suparman Usman, Hukum Islam Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 119.
10Lihat Imam Syaukani, Rekonstruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia dan Relevansinya Bagi Pembangunan Hukum Nasional (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 70.
11Teori Receptio in Complexu adalah bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam, sebab ia telah memeluk agama Islam, sekalipun dalam pengamalannya terdapat penyimpangan-penyimpangan. Lihat Sajuti Thalib, Receptio A. Contrario, Hubungan Hukum Adat dengan Islam (Jakarta: Bina Aksara, 1985), h. 5.
12Teori Receptie adalah hukum Islam bisa berlaku apabila telah diresepsi atau diterima oleh hukum adat. Lihat Imam Syaukani, op. cit, h. 76.
13Lihat, H. Amir Nurdin dan Azhari Kamil Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih UU No.1/1974 Sampai KHI (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 17.
14Seperti halnya teori Exit, teori Receptie a Contrario merupakan kebalikan dari teori Receptie. Lihat selengkapnya, Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam (Dari Kawasan Jazirah Arab Sampai Indonesia) (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 317.
15Lihat selengkapnya, ibid, h. 318.
16Lihat Sabri Samin, Pidana Islam dalam Politik Hukum Indonesia Eklektisisme dan Pandangan Non Muslim (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h. 23-24.
17Lihat Imam Syaukani, loc.cit.
18Lihat H. Mohammad Daud Ali,Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Cet. VIII, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), h. 233-234.
19Lihat Mohammad Daud Ali (Cet. VI, 1998), op. cit. h.  244.
20Lihat selengkapnya Ibn Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin (Bairut:
Dar al-Fikr, t.th), h. 4








Tidak ada komentar:

Posting Komentar